Jumat 22 Aug 2025 19:56 WIB

Pemerintah Targetkan Industri Nol Emisi 2050 Lewat Peta Jalan Dekarbonisasi

Kemenperin optimistis peta jalan industri hijau dorong daya saing dan investasi baru.

Rep: Lintar Satria/ Red: Gita Amanda
Kementerian Perindustrian bersama World Resources Institute (WRI) Indonesia dan Institute for Essential Services Reform (IESR) merumuskan Peta Jalan Dekarbonisasi Industri. (ilustrasi)
Foto: www.freepik.com
Kementerian Perindustrian bersama World Resources Institute (WRI) Indonesia dan Institute for Essential Services Reform (IESR) merumuskan Peta Jalan Dekarbonisasi Industri. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian bersama World Resources Institute (WRI) Indonesia dan Institute for Essential Services Reform (IESR) merumuskan Peta Jalan Dekarbonisasi Industri. Peta jalan ini menargetkan pencapaian emisi nol bersih pada 2050, lebih cepat dari target nasional 2060.

Dalam Annual Indonesia Green Industry Summit (AIGIS) 2025 pada 20–22 Agustus, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan pemerintah mendorong transformasi industri melalui peta jalan dekarbonisasi, insentif fiskal, kemudahan investasi, dan regulasi efisiensi sumber daya.

Baca Juga

Peta jalan ini mencakup sembilan subsektor energi-intensif, yakni semen, besi dan baja, pupuk, kimia, pulp dan kertas, tekstil, kaca dan keramik, otomotif, serta makanan dan minuman.

Berdasarkan profil emisinya, 46 persen emisi industri manufaktur berasal dari energi yang dibangkitkan secara langsung, 16 persen dari pembelian listrik, dan 38 persen dari proses kimiawi pada produksi serta penggunaan produk (Industrial Processes and Product Use/IPPU).

Ada lima tipe program atau strategi dekarbonisasi yang digunakan dalam perancangan peta jalan ini. Prioritas utamanya adalah mengurangi emisi, bukan hanya menetralkannya.

Strategi pengurangan mencakup efisiensi energi dan material, penggantian bahan bakar dan material, elektrifikasi dan listrik rendah karbon, serta pemutakhiran proses. Sementara strategi netralisasi emisi mencakup penangkapan, pemanfaatan, utilisasi, dan/atau penyimpanan karbon.

“Peta jalan dekarbonisasi telah disusun untuk sembilan subsektor industri dengan proyeksi reduksi signifikan, yakni 66,5 juta ton setara CO2 (tCO2e) pada 2035 dan 289,7 juta tCO2e pada 2050. Dokumen ini masih bersifat living document dan akan terus dilengkapi untuk sektor-sektor yang belum tercakup,” kata Kepala Pusat Industri Hijau Kementerian Perindustrian, Apit Pria Nugraha, Jumat (22/8/2025).

Dalam AIGIS 2025, Kemenperin memaparkan progres Peta Jalan Dekarbonisasi Industri yang akan menghasilkan dua laporan: Laporan Teknis yang diluncurkan September 2025 dan Laporan Kebijakan pada Maret 2026.

Laporan Teknis mencakup trayektori penurunan emisi industri, strategi dekarbonisasi terbaik, dampak terhadap harga produk, serta kebutuhan energi dan material untuk implementasi. Sedangkan Laporan Kebijakan memuat analisis kesenjangan kebijakan di bidang teknologi, pendanaan, dan regulasi, beserta rekomendasi kerangka kebijakan.

Pada September 2026, Kemenperin berencana menerbitkan Peraturan Menteri Peta Jalan Dekarbonisasi Industri secara bertahap untuk tiap subsektor.

Chief Executive Officer (CEO) IESR, Fabby Tumiwa, mengatakan pihaknya ikut menyusun peta jalan dekarbonisasi untuk sektor tekstil, kaca dan keramik, otomotif, serta makanan dan minuman. Menurutnya, peta jalan dekarbonisasi menjadi strategi penting dalam mewujudkan ambisi pertumbuhan ekonomi 8 persen.

“Tanpa transisi dari energi fosil, ambisi ini sulit tercapai di tengah ketatnya standar emisi global untuk perdagangan internasional dan permintaan pasar produk rendah emisi,” ujarnya.

Fabby menambahkan, implementasi peta jalan tidak hanya memastikan produk Indonesia berdaya saing di pasar ekspor, tetapi juga menarik investasi baru, meningkatkan produktivitas, menekan biaya operasional, serta memperkuat kemandirian energi melalui pemanfaatan energi terbarukan.

“Dampak lainnya dari industri minim emisi adalah membuka jalan bagi berkembangnya manufaktur hijau dan penciptaan lapangan kerja baru,” katanya.

Country Director WRI Indonesia, Nirarta Samadhi, menegaskan pencapaian peta jalan bertumpu pada tiga pilar: energi dan material rendah karbon yang terjangkau, pendanaan serta insentif hijau seperti taksonomi hijau dan carbon pricing, serta kebijakan terpadu seperti standar emisi, label produk hijau, dan pasar domestik produk rendah karbon.

“Capaian ini hanya bisa diraih apabila kita membangun ekosistem industri hijau menyeluruh, di mana energi, pembiayaan, serta regulasi saling mendukung,” ujarnya.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by ESG Now (@esg.now)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement