REPUBLIKA.CO.ID, BELEM -- Brasil berusaha mendorong Pertemuan Perubahan Iklim PBB (COP30) tahun ini untuk memperkuat peran masyarakat adat dalam penanggulangan krisis iklim. Banyak masyarakat adat merasakan solidaritas di COP30 dari negara lain serta kemenangan-kemenangan kecil dalam negosiasi.
Namun banyak juga yang merasa kurang terwakili, terutama dalam pembahasan ambisi dan aksi iklim yang sangat berdampak pada kehidupan mereka. “Di COP ini kami terlihat tapi tidak diberdayakan,” kata anggota masyarakat adat Kichwa-Otavalo, delegasi asosiasi masyarakat adat seluruh dunia Wisdom Keepers Delegation, Thalia Yarina Cachimuel, seperti dikutip dari The Associated Press, Senin (24/11/2025).
Di paragraf pertama, kesepakatan COP30 yang berjudul Global Mutirão: Uniting Humanity in a Global Mobilization Against Climate Change disebutkan aksi iklim harus mempertimbangkan hak masyarakat adat, hak hutan adat, dan pengetahuan lokal mereka. Anggota masyarakat adat Terena, Taily Terena, mengatakan ia senang karena pertama kalinya hak-hak itu disebutkan dalam kesepakatan krisis iklim.
Namun anggota masyarakat adat Otomí-Toltec yang juga bagian dari A Wisdom Keepers Delegation, Mindahi Bastida, mengatakan negara-negara harus berusaha agar kesepakatan membahas penghentian penggunaan bahan bakar fosil seperti minyak, gas, dan batu bara.
“Dan tidak memandang alam sebagai barang dagang, tapi sebagai sesuatu yang sakral,” katanya.
Beberapa masyarakat adat mendorong peta jalan untuk menahan penggunaan bahan bakar fosil yang merupakan kontributor utama emisi gas rumah kaca. Namun, kesepakatan akhir COP30 tidak menyebutkan bahan bakar fosil.
Dalam pertemuan perubahan iklim yang digelar di Kota Belem itu, Brasil meluncurkan mekanisme finansial yang membantu negara-negara menyumbang pada masyarakat adat yang menjaga hutan.
Meskipun beberapa negara sudah berjanji akan menggelontorkan dana untuk inisiatif ini, menurut anggota suku Akimel O’Otham dan Hopi yang juga bagian dari A Wisdom Keepers Delegation, Jacob Johns, proyek dan gagasan untuk menciptakan pasar karbon merupakan solusi palsu yang “tidak menghentikan polusi, melainkan hanya memindahkannya”.
“Mereka memberikan lisensi kepada korporasi untuk terus mengebor, terus membakar, terus menghancurkan, asalkan mereka dapat menunjukkan kompensasi yang tertulis di atas kertas. Ini adalah logika kolonial yang disamarkan sebagai kebijakan iklim,” kata Johns.