Senin 24 Nov 2025 17:16 WIB

COP30 Sepakati Investasi Jaringan Listrik Energi Bersih

Modernisasi jaringan listrik memasuki fase eksekusi global.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Sejumlah petugas memantau panel Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) on grid Sengkol kapasitas 7 megawatt peak (MWp) di Sengkol, Praya, Lombok Tengah, NTB, Kamis (16/10/2025).
Foto: ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi
Sejumlah petugas memantau panel Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) on grid Sengkol kapasitas 7 megawatt peak (MWp) di Sengkol, Praya, Lombok Tengah, NTB, Kamis (16/10/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – COP30 di Belém, Brasil, menandai babak baru dalam upaya global mengatasi krisis iklim. Para pemimpin dunia mencapai titik temu bahwa transisi energi mustahil berjalan tanpa modernisasi besar-besaran jaringan transmisi listrik.

Konsensus ini melahirkan komitmen investasi yang jauh lebih agresif dan aliansi internasional untuk memperkuat infrastruktur kelistrikan global. Laporan Outcomes Report: Global Climate Action Agenda at COP30 mencatat lonjakan langkah finansial dan strategis untuk mempercepat ekspansi jaringan listrik.

Baca Juga

Transformasi grid disebut sebagai hambatan terbesar integrasi energi terbarukan, sehingga menjadi fokus utama negosiasi tahun ini. Slogan “Tidak ada transisi tanpa transmisi” menggema di ruang-ruang perundingan, memicu komitmen pendanaan baru dalam skala yang belum pernah terjadi.

Salah satu pengumuman terpenting datang dari Utilities for Net Zero Alliance (UNEZA), koalisi perusahaan utilitas global yang dibentuk pada COP28.

“UNEZA mengumumkan peningkatan target investasi tahunan mereka menjadi 148 miliar dolar AS, naik 30 persen dibandingkan komitmen tahun lalu yang sebesar 117 miliar dolar AS,” tulis laporan Global Climate Action Agenda, Senin (24/11/2025).

Dari jumlah tersebut, 66 miliar dolar AS dialokasikan untuk energi terbarukan dan 82 miliar dolar AS untuk infrastruktur jaringan listrik serta penyimpanan energi. Komitmen ini ditujukan membuka ruang integrasi energi bersih, meningkatkan fleksibilitas sistem, dan menjaga keandalan pasokan.

Laporan itu menyebut investasi tersebut juga diprioritaskan untuk mengurai hambatan perizinan, akses pembiayaan, hingga izin sosial yang selama ini memperlambat interkoneksi dan pembaruan jaringan. Komitmen UNEZA selaras dengan Global Grids and Storage Pledge yang dicanangkan di COP29 serta target pelipatgandaan energi terbarukan dalam Global Stocktake pertama di COP28. Jika dikonsolidasikan, total investasi anggota UNEZA diperkirakan mencapai 1 triliun dolar AS pada 2030.

COP30 juga memperkenalkan Grid Financing Principles untuk memastikan negara berkembang tidak tertinggal dalam revolusi grid global. Inisiatif di bawah kerangka Plan to Accelerate the Expansion and Resilience of Power Grids itu didesain memobilisasi pembiayaan iklim dan pembangunan bagi infrastruktur jaringan di negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah.

Dukungan datang dari African Development Bank, British International Investment, East African Development Bank, Inter-American Development Bank (IDB), Climate Bonds Initiative, pemerintah Inggris, serta berbagai grup investor iklim global.

Prinsip pembiayaan tersebut menekankan modernisasi, digitalisasi, integrasi energi terdistribusi, dan peningkatan kualitas perencanaan jaringan, dengan diperkuat regulasi lebih tegas dan koordinasi multipemangku kepentingan.

Di kawasan Asia Tenggara, Asian Development Bank (ADB) dan Bank Dunia mengumumkan pembiayaan 12,5 miliar dolar AS untuk memperkuat ASEAN Power Grid. Proyek ini dianggap krusial bagi interkoneksi lintas negara dan stabilitas energi di kawasan dengan pertumbuhan konsumsi yang cepat.

Sementara di Amerika Latin dan Karibia, IDB merilis Power Transmission Acceleration Platform (PTAP) yang diperkuat komitmen 15 juta euro dari Jerman untuk perluasan dan modernisasi jaringan. Pendanaan menargetkan 16 negara anggota inisiatif RELAC guna mendukung ambisi mencapai 80 persen listrik berbasis energi terbarukan pada 2030.

Dorongan regional itu diperkuat peluncuran Latin America Clean Energy Coalition(LACEC) oleh WRI Polsky Center for the Global Energy Transition bersama mitra global. Koalisi ini menghubungkan pelaku industri, pengembang energi, dan pembuat kebijakan untuk mempercepat adopsi energi bersih korporat serta mendorong transformasi ekonomi rendah karbon.

Untuk menjaga seluruh inisiatif tetap berjalan, COP30 membentuk Coordinating Council di bawah Agenda Aksi COP30. Dewan yang dipandu Green Grids Initiative ini bertugas mempercepat aksi global dan memastikan komitmen diterjemahkan menjadi implementasi nyata.

Selain itu, Global Grid Catalyst mengumumkan mobilisasi hingga 7 juta dolar AS mulai 2026 untuk mendukung pembiayaan proyek jaringan dan penyimpanan baru. Tambahan 2 juta dolar AS disiapkan sebagai dana inkubasi guna mempercepat inovasi teknologi grid.

Gelombang komitmen yang mengemuka di Belém memberi sinyal jelas bahwa modernisasi jaringan listrik memasuki fase eksekusi global. Dengan aliansi internasional yang solid dan pendanaan yang masif, transformasi sistem kelistrikan dunia maju menuju era energi terbarukan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement