REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Di tengah dominasi produk teh impor di pasar domestik, bisnis teh lokal asal Bogor, Sila Artisan Tea, berhasil mencatatkan prestasi ekspor dan penguatan pasar premium. Hingga kini, produk teh asal Indonesia tersebut telah dipasarkan di delapan negara, termasuk Amerika Serikat dan Jepang, dengan mengusung kualitas tinggi, keberlanjutan, dan pemberdayaan petani kecil.
Redha Taufik Ardias, pendiri Sila Artisan Tea, menyebut peran BRI sangat penting dalam perjalanan usaha mereka sejak 2021. Melalui fasilitas Kredit Modal Kerja (KMK) dan berbagai program pendampingan, Sila berhasil meningkatkan kapasitas usaha sekaligus menjangkau pasar internasional.
“Karena, kita lihat sendiri kalau datang ke hotel bintang 5 atau 4, ke kafe high-end, atau bahkan coffee shop yang lagi tren itu kerap menyajikan teh dari luar negeri, brand luar negeri. Jadi, kami ingin memperkenalkan teh lokal dengan cara yang relevan, modern, dan berkelanjutan,” ujar Redha dalam keterangan, Ahad (6/7/2025).
Bermula dari pendirian PT Sila Agri Inovasi pada 2018 bersama Iriana Ekasari, Redha merintis Sila sebagai pionir teh artisan berbasis 100 persen teh Indonesia. Seluruh produk telah memenuhi standar keamanan pangan, termasuk sertifikasi halal dan HACCP, dan kini hadir di jaringan hotel, restoran, dan kafe di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Medan, Bali, hingga Labuan Bajo.
Lebih dari sekadar komersial, Sila mengusung model bisnis berbasis keberlanjutan. Saat ini, Sila membina sekitar 8 petani utama di Yogyakarta, Batang, Cianjur, dan Sukabumi, yang masing-masing mempekerjakan hingga 25 pemetik teh. Secara tidak langsung, Sila membuka peluang penghidupan bagi ratusan orang di rantai pasoknya.
Dampak ekonominya pun terasa. Redha mengungkapkan, sebelum bermitra dengan Sila, petani hanya menjual teh seharga Rp15 ribu per kilogram. Namun dengan pelatihan dan pendampingan, harga jual teh mereka kini bisa mencapai Rp800 ribu hingga Rp1 juta per kilogram. Kenaikan hingga 65 kali lipat itu diperoleh berkat peningkatan mutu dan teknik pengolahan pascapanen.
Tak berhenti di situ, sepanjang 2024 Sila mengikuti program pemberdayaan seperti Growpreneur Pengusaha Muda BRILiaN dan tampil di FHA HoReCa Singapore. Pada awal 2025, Sila juga meraih Juara 1 The Best Expo dalam ajang BRI UMKM EXPO(RT), berkat keunggulan produk, inovasi, adaptasi digital, dan orientasi ekspor.
Capaian tersebut membawa Sila tampil dalam FHA Food and Beverages Singapore pada April 2025. “Di sana kami mendapatkan pengalaman dan pembelajaran mengenai mempromosikan produk kami. Bagi Sila ini bukan sekedar untuk mencari nilai pembelian, tapi juga mendapatkan pembelajaran (insight) dari feedback pengunjung yang hadir, sehingga kami menjadi lebih semangat berinovasi untuk menjadi lebih baik lagi,” kata Redha.
Corporate Secretary BRI Agustya Hendy Bernadi menyebut Sila sebagai contoh UMKM lokal yang mampu tumbuh sekaligus memberi dampak nyata pada lingkungan dan sosial, selaras dengan prinsip keberlanjutan.
“Kami melihat UMKM lokal memiliki potensi besar untuk tumbuh dan memberi dampak bagi masyarakat. BRI berupaya support mereka agar naik kelas melalui pendampingan, pembiayaan, dan akses pasar, terutama bagi usaha yang selaras dengan prinsip ESG,” ujar Hendy.
Dengan model bisnis yang mengintegrasikan kualitas, dampak sosial, dan keberlanjutan, Sila menjadi bukti bahwa UMKM bukan sekadar pelengkap ekonomi, tapi pemain utama dalam membangun ekosistem usaha yang inklusif dan berdaya saing global.