Senin 07 Jul 2025 14:00 WIB

Warga Kampanyekan Penggunaan BBM Rendah Sulfur

Indonesia perlu mengadopsi BBM stndar Euro 4.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Kampanye “Gerakan Kembalikan Langit Biru Kita” yang digelar di Jakarta, Ahad (6/7/2025)
Foto: Istimewa
Kampanye “Gerakan Kembalikan Langit Biru Kita” yang digelar di Jakarta, Ahad (6/7/2025)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Desakan terhadap pemerintah untuk segera menghentikan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) bersulfur tinggi kian menguat. Dalam kampanye “Gerakan Kembalikan Langit Biru Kita” yang digelar di Jakarta, Ahad (6/7/2025), publik menuntut keberanian politik pemerintah dalam mempercepat transisi menuju BBM rendah emisi demi melindungi kesehatan masyarakat.

Kampanye yang diinisiasi Bicara Udara, Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), dan sejumlah komunitas peduli udara bersih itu menyoroti buruknya kualitas udara di kota-kota besar akibat penggunaan BBM dengan kadar sulfur tinggi, yang disebut berkontribusi signifikan terhadap penyakit pernapasan, terutama pada anak-anak.

Baca Juga

“Sebagai ibu, saya tak rela kalau kita semua dipaksa menghirup udara yang berpolusi dan anak-anak kita bisa mendapatkan penyakit dari akibat kualitas udara yang sangat buruk, hanya karena gagalnya pemerintah mengatur kualitas bahan bakar,” kata Cynthia Andarinie, juru bicara Duta Udara Bersih, Senin (7/7/2025).

Menurut Cynthia, pemerintah tidak bisa lagi menunda kebijakan bahan bakar bersih. Ia menyebut perlunya langkah cepat untuk mengadopsi standar BBM Euro 4 demi melindungi generasi muda.

Direktur Eksekutif KPBB Ahmad Safrudin menilai pemerintah gagal memberikan perlindungan yang adil bagi rakyat. Ia menegaskan bahwa Filipina, Thailand, dan Vietnam telah menerapkan BBM dengan sulfur di bawah 50 part per million (ppm), sementara BBM di Indonesia masih mengandung sulfur ribuan ppm.

“Ini saatnya pemerintah menunjukkan keberanian politik. Jika negara lain bisa, mengapa Indonesia terus mengimpor BBM kotor?” kata Ahmad.

Ia menyebut kondisi ini sebagai bentuk ketertinggalan kebijakan yang merugikan rakyat, terutama di sektor kesehatan.

Kampanye jalan kaki dari Dukuh Atas ke Bundaran HI itu diikuti ratusan warga, aktivis, akademisi, dan komunitas, yang membawa poster-poster dengan pesan menohok: “Anak-anak sesak napas karena BBM beracun”, “Langit kelabu bukan takdir, tapi salah kebijakan.”

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kendaraan bermotor melonjak dari 4,4 juta unit pada 2006 menjadi lebih dari 148 juta unit pada 2022. Ledakan jumlah kendaraan ini memperparah paparan sulfur dioksida dari BBM berkualitas rendah.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, BBM tinggi sulfur menghasilkan gas beracun yang memicu asma, bronkitis, gangguan jantung, hingga penurunan fungsi paru pada anak-anak. Namun hingga kini, pemerintah belum menunjukkan komitmen kuat dalam menyusun peta jalan penghapusan BBM kotor.

Melalui gerakan ini, masyarakat mengingatkan bahwa transisi energi bersih bukan lagi pilihan, tetapi keharusan. “Kita tak butuh janji. Kita butuh kebijakan konkret,” ujar Cynthia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement