Kamis 17 Jul 2025 14:57 WIB

KLH Cabut 8 Izin Usaha Buntut Banjir dan Longsor Puncak

KLH/BPLH juga memulai pemulihan ekologis di Agrowisata Gunung Mas.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Warga mengamati informasi pada papan penyegelan bangunan yang diduga merusak lingkungan di kawasan wisata Hibisc Fantasy Puncak, Bogor, Jawa Barat, Kamis (6/3/2025).
Foto: ANTARA FOTO/Arif Firmansyah
Warga mengamati informasi pada papan penyegelan bangunan yang diduga merusak lingkungan di kawasan wisata Hibisc Fantasy Puncak, Bogor, Jawa Barat, Kamis (6/3/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Banjir dan longsor yang melanda kawasan Puncak, Bogor, pada Maret dan Juni lalu mendorong Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menindak 21 pelaku usaha. Delapan izin lingkungan juga dicabut karena dianggap menjadi pemicu kerusakan ekologis di hulu DAS Ciliwung dan Cileungsi.

KLH menyebut bencana pada 2 Maret dan 5–7 Juli 2025 yang menewaskan tiga orang dan menyebabkan satu orang hilang merupakan sinyal darurat lingkungan. Bencana itu merusak tujuh desa di Kecamatan Cisarua dan Megamendung serta berdampak hingga ke Jakarta dan Bekasi.

“Hasil pengawasan lapangan Kementerian Lingkungan Hidup mengungkapkan penyebab utama bencana adalah kerusakan ekosistem hulu secara masif akibat alih fungsi lahan yang tidak terkendali, lemahnya pengendalian tata ruang, serta menjamurnya bangunan tanpa persetujuan lingkungan yang sah,” kata Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, Kamis (17/7/2025).

Hanif mengungkapkan banyak bangunan tanpa izin lingkungan berdiri di atas lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Perkebunan Nusantara I Regional 2 (eks PTPN VIII), meski kawasan tersebut telah memiliki Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH) sejak 2011.

“Sanksi paksaan pemerintah diberikan jika pelanggaran yang dilakukan menimbulkan ancaman serius bagi lingkungan, berdampak lebih luas, dan menyebabkan kerugian yang lebih besar jika tidak segera dihentikan,” tegas Hanif.

KLH dan Pemkab Bogor menyatakan persetujuan lingkungan delapan perusahaan tumpang tindih dengan Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup PTPN I Regional 2.

Hanif menyebut KLH telah mengirimkan surat ke Bupati Bogor pada akhir April lalu untuk menuntaskan pencabutan seluruh izin lingkungan dalam 30 hari. Jika tidak dilaksanakan, KLH/BPLH akan mengambil alih pencabutan izin secara langsung.

KLH/BPLH menemukan pelanggaran berat seperti pembukaan lahan di dalam kawasan taman nasional, pengelolaan air larian yang buruk, tidak adanya pengukuran kualitas udara dan limbah, serta ketiadaan fasilitas penyimpanan limbah B3. PT Pinus Foresta Indonesia menjadi sorotan karena beroperasi di dalam Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

Selain pencabutan izin, sanksi administratif berupa paksaan pemerintah dijatuhkan pada 13 pelaku usaha. Mereka diperintahkan menghentikan aktivitas dalam tiga hari, membongkar bangunan dalam 30 hari, dan memulihkan lingkungan dalam 180 hari sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021.

KLH/BPLH juga memulai pemulihan ekologis di Agrowisata Gunung Mas dengan penanaman vegetasi oleh empat pelaku usaha. Untuk mencegah bencana berulang, KLH mendorong reformasi tata ruang berbasis Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), pelibatan masyarakat, serta kajian geologi dan karakteristik tanah.

Penegakan ini, tegas Hanif, merupakan langkah administratif untuk keselamatan ekologis, bukan kriminalisasi. Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga didorong mengevaluasi dokumen lingkungan di kawasan strategis, sebagai bagian dari komitmen memulihkan Puncak sebagai wilayah resapan air penting.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement