REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal kembali menekankan pentingnya pemerintah menjaga ambisi iklim sebagai prioritas nasional. Terutama saat tekanan global pada upaya penanggulangan krisis iklim semakin meningkat seperti krisis geopolitik, ketidakpastian ekonomi, dan disinformasi publik yang dapat menggagalkan agenda iklim.
“Ini adalah pertempuran terpenting dalam sejarah manusia. Warisan Presiden Prabowo seharusnya adalah Presiden yang memiliki iklim nol bersih. Saya yakin kita masih bisa membalikkan keadaan, terlepas dari semua kerugian yang kita alami. Setiap negara memiliki kewajiban hukum untuk memastikan kita tidak terjerumus lebih dalam ke dalam bencana iklim,” kata Dino di pembukaan Indonesia Net-Zero Summit 2025, Sabtu (26/7/2025).
Dino mengatakan saat pemerintah berada di tahapan akhir proses penyusunan Second Nationally Determined Contribution (SNDC) Indonesia, pertemuan ini menjadi wadah yang tepat waktu untuk menegaskan kembali komitmen Indonesia terhadap kepemimpinan iklim. Momentum ini, tambahnya, menawarkan peluang krusial bagi Indonesia untuk menunjukkan aksi yang ambisius dan terukur, sejalan dengan jalur pembatasan kenaikan suhu 1,5 derajat Celsius dari tingkat sebelum masa pra-industri.
FPCI menegaskan tanggung jawab iklim bukanlah hambatan bagi pembangunan, melainkan aset strategis dalam mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045. Sementara itu Sekretaris Eksekutif Kantor PBB untuk Koordinasi Kerja Perubahan Iklim (UNFCCC) Simon Stiell mengatakan Indonesia menunjukkan kepada dunia ambisi iklim dan pembangunan ekonomi bukanlah dua hal yang saling bertentangan.
"Keduanya bukan jalan yang berlawanan. Justru sebaliknya — keduanya adalah dua sisi dari satu strategi terpadu untuk menghadirkan kesejahteraan, ketahanan, dan martabat bagi masyarakat," kata Stiell.
Di Indonesia Net-Zero Summit 2025 ini, FPCI mengajukan pertanyaan "Dapatkah Indonesia tampil sebagai pelopor dan pemimpin dalam diplomasi iklim dan transisi hijau?”. Pernyataan terbaru Presiden Prabowo Subianto di berbagai forum internasional memunculkan kembali optimisme.
FPCI Pada KTT G20 di Brasil tahun lalu, Presiden menyatakan keyakinannya Indonesia dapat mencapai emisi nol bersih (net-zero) pada tahun 2050. Dalam pertemuannya dengan Presiden Brasil, Luiz Inácio Lula da Silva, ia bahkan melangkah lebih jauh dengan menetapkan target ambisius untuk mencapai 100 persen energi terbarukan dalam satu dekade ke depan. Pernyataan-pernyataan ini mengindikasikan kemungkinan adanya pergeseran menuju kebijakan iklim nasional yang lebih proaktif.
“Komitmen Indonesia untuk mencapai emisi nol pada 2060 dan seruan tegas Presiden Prabowo telah mengirimkan pesan kuat kepada dunia,” tambah Stiell.
Sementara itu Menteri Koordinator Bidang Pangan RI, Zulkifli Hasan, menyambut sorotan pentingnya keadilan iklim serta peran aksi lokal dalam gerakan iklim Indonesia. “Presiden meluncurkan Kopdes Merah Putih di 80 ribu desa. Nantinya akan bangun listrik berbasis solar panel. Ini secara serius sedang dipersiapkan," kata Zulkifli Hasan.
Ia juga menggarisbawahi komitmen penuh pemerintahan RI terhadap transisi demi mewujudkan kedaulatan ekonomi dan pangan. “Kami berkomitmen penuh, di bawah Presiden Prabowo, untuk mendorong transisi ini sebagai bagian misi besar; mewujudkan pangan yang berdaulat, adil, dan berkelanjutan. Transisi energi dan iklim bukanlah beban, tapi menuju jalan kedaulatan ekonomi pangan, dan masa depan Indonesia," katanya.