REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China telah mengembangkan dan mengerahkan robot berbentuk antelop untuk memantau kawanan antelop asli di dataran tinggi Tibet. Robot ini dirancang menyerupai antelop Tibet, lengkap dengan warna bulu dan gerakan yang alami, sehingga dapat berbaur dengan lingkungan tanpa mengganggu perilaku satwa liar.
Menariknya, di wilayah yang juga dihuni oleh serigala itu, ada kemungkinan predator tersebut tidak bisa membedakan antara antelop robot dan yang sungguhan. China menggunakan robot untuk mengawasi antelop hingga di pedalaman terpencil. Pada Selasa (12/8/2025) kantor berita Xinhua melaporkan robot yang memiliki mata rusa dan bulu tebal itu terlihat seperti antelop sungguhan.
Robot yang dilengkapi jaringan 5G dan AI (Artificial Intelligence) itu memindai dataran tinggi Hoh Xil dengan sensornya. Robot ini dikembangkan Akademi Ilmu Pengetahuan China dan DEEP Robotics yang berbasis di Hangzhou.

Jaringan 5G dan sistem sensor visual dengan AI memungkinkan pemerintah China memantau perilaku imigrasi, makan dan kawin satwa endemik Tibet yang dilindungi secara real-time. China menawarkan subsidi miliaran dolar untuk industri robotik. Negara itu juga tuan rumah Konferensi Robot Dunia 2025 yang ditutup Selasa kemarin.
Dilansir laman Reuters, berdasarkan dokumen pemerintah China jaringan 5G mulai tersedia di Tibet sejak tahun 2019. Dengan sekitar 1 juta pengguna pada tahun 2020.
Media pemerintah melaporkan dengan selesainya pembangunan menara 5G di Kota Gogmo pada 2023 lalu maka seluruh distrik di Tibet sudah dapat menggunakan jaringan 5G. Media pemerintah China melaporkan selain menyiarkan siaran langsung dan melacak data pada spesies antelop yang langka. Infrastruktur 5G di Tibet kini mendukung pertumbuhan jangkauan aplikasi AI.
Mulai dari drone yang dapat beroperasi di area yang tidak dapat dilacak radar, konsultasi medis via jarak jauh dan teknologi penggembalaan pintar (smart herding).
China banyak berinvestasi di Tibet untuk mendorong wilayah yang penting bagi inisiatif Belt and Road (BOR) yang digagas Presiden Xi Jinping. Selain sebagai upaya untuk memperkuat perdagangan di Asia Tengah, pemerintah pusat China juga memperkuat pengawasan pada penduduk Tibet yang terkadang masih bergejolak.
Selain itu juga memperluas jejak digital Beijing terhadap negara tetangganya, India. Pengamat dan aktivis hak asasi manusia menuduh Beijing menggunakan taktik "zona abu-abu" terhadap negara-negara di sekitar Tibet.
Dalam laporannya bulan Juli lalu lembaga think-tank Center of Strategic and International Studies mendokumentasikan contoh-contoh bagaimana China memanfaatkan jaringan telekomunikasi lokal untuk mengawasi para pembangkang yang tinggal di Nepal.