Kamis 23 Oct 2025 13:30 WIB

Indonesia Tekankan Pentingnya Restorasi Gambut untuk Atasi Krisis Iklim

Indonesia tampil sebagai pusat pembelajaran restorasi gambut di Asia.

Rep: Lintar Satria/ Red: Gita Amanda
Foto udara kendaraan melintas di areal lahan tanah gambut di kawasan Jalan Nasional Kalimantan. Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menegaskan restorasi lahan gambut bukan sekadar pekerjaan teknis, melainkan fondasi ketahanan iklim nasional. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Makna Zaezar
Foto udara kendaraan melintas di areal lahan tanah gambut di kawasan Jalan Nasional Kalimantan. Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menegaskan restorasi lahan gambut bukan sekadar pekerjaan teknis, melainkan fondasi ketahanan iklim nasional. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, RIAU -- Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menegaskan restorasi lahan gambut bukan sekadar pekerjaan teknis, melainkan fondasi ketahanan iklim nasional. Hal ini ia sampaikan dalam AsiaFlux Conference 2025, forum ilmiah yang mempertemukan ilmuwan, pembuat kebijakan, dan praktisi lingkungan dari 29 negara.

“Keberhasilan restorasi lahir ketika ilmu pengetahuan berpadu dengan kearifan lokal, ketika masyarakat bukan hanya penerima manfaat, tetapi pengelola ekosistemnya,” kata Hanif dalam pernyataannya, Kamis (23/10/2025).

Baca Juga

Pada AsiaFlux Conference 2025, Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menampilkan capaian konkret dan inovasi sains yang menjadikan Indonesia pusat pembelajaran restorasi gambut di Asia. Dalam laporannya, Kementerian Lingkungan Hidup mencatat bahwa selama satu dekade terakhir, Indonesia telah merehabilitasi lebih dari 24,6 juta hektare lahan, termasuk 4,16 juta hektare ekosistem gambut yang telah dibasahi kembali.

Kementerian juga menyebutkan bahwa pemerintah telah membangun 45 ribu sekat kanal serta menanam kembali berbagai spesies asli seperti jelutung, ramin, dan balangeran. Upaya ini diperkuat melalui pendekatan Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) dan layanan digital Sistem Informasi Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (SiPPEG) yang memantau kondisi gambut secara real-time.

Pendekatan berbasis data yang dipadukan dengan kearifan lokal menciptakan tata kelola adaptif yang selaras dengan kondisi sosial dan ekologi di lapangan. Kementerian menegaskan, restorasi gambut kini telah berkembang menjadi gerakan kolaboratif nasional.

Melalui program Desa Mandiri Peduli Gambut (DMPG), sebanyak 1.100 desa telah menjadi pengelola aktif ekosistemnya. Perempuan dan pemuda berperan penting sebagai motor ekonomi hijau, mengembangkan usaha madu kelulut, kerajinan serat alam, dan ekowisata berkelanjutan.

Ketua Komite Penyelenggara AsiaFlux Conference 2025, Chandra S. Desmukh, menekankan pentingnya kerja sama lintas sektor dalam mendorong pengelolaan lahan berkelanjutan.

AsiaFlux bukan hanya tentang menara pemantau flux, tetapi tentang kolaborasi orang-orang di baliknya mulai dari ilmuwan, pembuat kebijakan, hingga masyarakat. Tahun ini, Komite Penyelenggara AsiaFlux Conference 2025 menyambut lebih dari 300 peserta dari 29 negara, mewakili universitas, lembaga riset, pemerintah, sektor swasta, dan organisasi masyarakat sipil. Kolaborasi lintas sektor ini menjadi wujud nyata komitmen bersama dalam mendorong pengelolaan lahan berkelanjutan serta mendukung target FOLU Net Sink 2030 Indonesia dan tujuan iklim global,” ujar Chandra.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement