REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menyebut perdagangan karbon bukan hanya instrumen mitigasi perubahan iklim, tetapi juga memiliki peluang ekonomi yang besar bagi Indonesia.
Direktur Bina Usaha Pemanfaatan Hutan Kemenhut, Ilham, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (18/11/2025), mengatakan perdagangan karbon yang dioptimalkan di sektor kehutanan dapat menciptakan ribuan lapangan kerja di lokasi proyek dan menghasilkan nilai perdagangan miliaran rupiah per tahun sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) No 110 Tahun 2025 tentang Nilai Ekonomi Karbon.
Perpres 110/2025, lanjutnya, membuka jalan bagi Indonesia untuk terlibat lebih aktif dalam perdagangan karbon internasional. "Melalui instrumen seperti Result-Based Payment (RBP), Sistem Perdagangan Emisi (SPE), dan Mutual Recognition Arrangement (MRA), Indonesia kini lebih siap terhubung dengan pasar global dan mekanisme Pasal 6 Perjanjian Paris," ujarnya.
Selain itu, Ilham menyampaikan dengan perpres baru ini Indonesia mendapatkan akses ke pasar lintas sektor dan hubungan internasional, memperluas peluang dan daya saing global. Regulasi baru ini, ia menyebut, memungkinkan offset Indonesia beroperasi sesuai standar internasional dan mekanisme Pasal 6.
"Hal ini akan membuka akses ke pembiayaan karbon internasional, sambil memastikan kredit karbon berintegritas tinggi melalui proses yang kuat untuk menerapkan penyesuaian yang sesuai (CA)," kata Ilham.
Pemerintah Indonesia mendorong pemanfaatan potensi karbon melalui mekanisme Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) dan Kehutanan Sosial yang selaras dengan target FOLU Net Sink 2030 dan SNDC Indonesia. Kedua instrumen ini memastikan nilai ekonomi karbon dapat dikelola secara berkelanjutan sembari mengakui peran masyarakat di sekitar hutan.
"Melalui program perlindungan, restorasi, dan kehutanan partisipatif, kita dapat menghasilkan nilai karbon yang signifikan sambil memastikan manfaatnya mengalir langsung ke komunitas lokal, rumah tangga pedesaan, dan masyarakat adat sesuai dengan perpres baru," kata Ilham.
Dalam konteks tata kelola, Indonesia juga tengah memperkuat integritas sistem melalui Sistem Registri Unit Karbon (SRUK) yang transparan, traceable, aman, dan kompatibel dengan standar internasional. Hal ini diharapkan dapat menjadikan pasar karbon Indonesia sebagai mesin pertumbuhan ekonomi hijau yang inklusif.
"Melalui tata kelola yang efektif dan proses bisnis yang efisien yang menjaga integritas lingkungan dan manfaat sosial positif, ekosistem pasar karbon akan berfungsi sebagai sarana diversifikasi ekonomi dan pemberdayaan komunitas," ujarnya.
View this post on Instagram