Rabu 26 Nov 2025 16:16 WIB

Temuan Mikroplastik di Air Hujan Jawa Tengah, ECOTON Beri Peringatan ke Warga

Lokasi dengan konsentrasi tertinggi tercatat di pusat aktivitas perkotaan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Seorang warga menggunakan payung saat hujan deras di Jakarta, Sabtu (15/11/2025). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika mengimbau masyarakat untuk mewaspadai potensi cuaca ekstrem yang diperkirakan terjadi selama sepekan hingga 20 November 2025 karena dipengaruhi perpaduan fenomena atmosfer yang memicu pertumbuhan awan hujan secara siginifikan di berbagai wilayah di Indonesia.
Foto: ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin
Seorang warga menggunakan payung saat hujan deras di Jakarta, Sabtu (15/11/2025). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika mengimbau masyarakat untuk mewaspadai potensi cuaca ekstrem yang diperkirakan terjadi selama sepekan hingga 20 November 2025 karena dipengaruhi perpaduan fenomena atmosfer yang memicu pertumbuhan awan hujan secara siginifikan di berbagai wilayah di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (ECOTON) mengungkapkan, air hujan di Kota Semarang, Solo, dan Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, mengandung mikroplastik. Temuan tersebut didasarkan pada penelitian yang dilakukan ECOTON.

Pendiri ECOTON Foundation, Prigi Arisandi, mengatakan, pada Mei-Juli 2025 lalu, ECOTON bersama Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia (SIEJ) melakukan penelitian kontaminasi mikroplastik di udara di 18 kabupaten/kota di Indonesia. Terdapat lima daerah dengan kontaminasi tertinggi, yakni Jakarta Pusat (37 partikel /2jam/9 cm), Jakarta Selatan (30 partikel), Bandung (16 partikel), Semarang (13 partikel) dan Kupang (13 partikel).

 

Prigi mengungkapkan, baru-baru ini ECOTON juga menguji air hujan di Jalan Mataram, Kota Semarang. "Ternyata air hujannya itu mengandung sekitar 44 partikel mikroplastik: 32 jenis fiber dan 12 jenis filamen. Ini harus dijadikan warning bagi masyarakat di Semarang," kata Prigi saat diwawancara di Kota Semarang, Rabu (26/11/2025).

 

Dia mengatakan, pada 23 November 2025 lalu, ECOTON juga melakukan pengujian air hujan di lima titik di Boyolali dan Solo, yakni di Jl. Kemuning (Solo), Jl. Hassanudin (Solo), Jl. Tol Ngemplak (Boyolali), Jl. Slamet Riyadi (Solo), serta satu titik kontrol dari kota lain. ECOTON menempatkan wadah aluminium stainless steel dan wadah toples kaca berdiameter 35 sentimeter pada ketinggian lebih dari 1,5 meter selama 1-2 jam di kelima lokasi tersebut. 

 

Prigi mengungkapkan, dari pengujian tersebut, konsentrasi mikroplastik tertinggi ditemukan di Jl. Slamet Riyadi (125 partikel/liter), disusul Jl. Tol Ngemplak Boyolali (78 partikel/liter), dan Jl. Hassanudin Solo (75 partikel/liter). Temuan didominasi mikroplastik jenis fiber (serat) dan sebagian kecil film/filamen. "Ini memang tidak mengherankan karena udaranya sudah kotor," ujarnya.

 

Menurut Prigi, pembakaran sampah menjadi salah satu penyebab ditemukannya kandungan mikroplastik pada air hujan, khususnya di Semarang, Solo, dan Boyolali. Pembakaran sampah dapat melepaskan fiber ke atmosfer. "56 persen pengelolaan sampah kita itu dibakar. Jadi orang itu punya hobi membakar sampah plastik," kata Prigi. 

 

Dia mengimbau masyarakat untuk tidak lagi membakar sampah plastik dan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Mengingat sudah ditemukannya kandungan mikroplastik di Semarang, Solo, dan Boyolali, Prigi mengimbau masyarakat di daerah-daerah terkait untuk menghindari masuknya air hujan ke dalam tubuh. 

 

"Jangan mangap saat hujan, karena hujan akan masuk dalam tubuh kita, dan kita tidak ingin kemudian itu (mikroplastik) masuk dalam otak kita," kata Prigi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement