Jumat 06 Oct 2023 01:05 WIB

Hutan Papua dan Maluku Jadi Benteng Terakhir Atasi Perubahan Iklim Dunia

Hampir 60 persen hutan yang tersisa di Indonesia berada di Papua dan Maluku.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
CEO Yayasan EcoNusa Bustar Maitar saat di Wawancarai Republika di Jakarta, Kamis (5/10/2023).
Foto: Republika/Prayogi
CEO Yayasan EcoNusa Bustar Maitar saat di Wawancarai Republika di Jakarta, Kamis (5/10/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Founder dan CEO Eco Nusa, Bustar Maitar, menegaskan bahwa hutan di Papua dan Maluku menjadi benteng terakhir Indonesia yang memiliki peran krusial dalam mengatasi perubahan iklim. Saat ini, hampir 60 persen hutan yang tersisa di Indonesia ada di Papua dan Maluku.

“Dalam konteks perubahan iklim, karena di sini (Papua dan Maluku) adalah hutan terakhir, sumber daya lautnya juga melimpah, ini adalah garda terdepan kita bukan hanya Indonesia, tapi juga kawasan asia pasifik, sebagai penyeimbang iklim,” kata Bustar saat diwawancarai di kantor Eco Nusa, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (5/10/2023).

Baca Juga

Menurut data Badan Pusat Statistik, tutupan hutan di Papua pada 2021 mencapai 32,88 juta hektar atau 77,91 persen dari total luas daratan pulaunya. Sementara itu, luas hutan di Maluku sekitar 4 juta hektar.

Bustar menjelaskan, keberadaan hutan di Papua sangat penting dalam hal penyerapan karbon dioksida di atmosfer. Ia pun mengatakan bahwa tutupan hutan di Papua harus terus dijaga, jangan sampai berkurang. Karena jika semakin banyak bukaan hutan, karbon yang dirilis akan membengkak.

Carbon stock kita memang ada di Papua dan Maluku. Yang artinya kalau kita bilang karbon, kalau hutan-hutan Indonesia ini juga dibuka, itu karbon yang dirilis akan besar, sehingga harus dijaga karena perannya sangat penting,” jelas Bustar.

Meskipun Papua dan Maluku memiliki peranan penting sebagai penyeimbang iklim, namun di sisi lain, Indeks Pembangunan Manusia-nya ada di urutan terakhir se-Indonesia. Hal ini, dikatakan Bustar, adalah sesuatu yang ironis.

“Karenanya menjadi penting untuk terus diupayakan, bagaimana membangun kapasitas masyarakat yang ada di Indonesia Timur, namun tetap menjaga alam yang ada di sana,” tegas Bustar.

Selama empat tahun terakhir, kata Bustar, Presiden Joko Widodo telah banyak melakukan akselerasi pembangunan dan sebagainya. Ia yakin, itu sangat disyukuri oleh banyak orang di Indonesia Timur. Tetapi menurutnya, penting untuk melihat kembali, apa sebenarnya hal dasar sekaligus penentu untuk Pembangunan di Indonesia Timur.

Salah satu hal yang menurutnya penting dalam proses pembangunan adalah bagaimana hak-hak masyarakat adat direkognisi. Meskipun UUD menyebutkan bahwa bumi, air, dan segala kekayaan yang terkandungnya dikuasai negara, namun secara turun-temurun bahkan sebelum negara terbentuk, masyarakat adat sudah ada dan menjaga hutan.

“Itu yang harus diakui. Kalau kemudian sudah diakui, pembangunan apapun yang dilakukan tetap harus dijalankan dengan proses-proses yang melibatkan masyarakat secara utuh. Termasuk pendapat, saran, juga hak untuk menolak, kalau semisal masyarakat adat tidak setuju,” jelas Bustar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement