Ahad 08 Oct 2023 18:58 WIB

Unicef: 43,1 Juta Anak Mengungsi Akibat Bencana Alam Dampak dari Cuaca Ekstrem

Sedikitnya 20.000 anak dari 44 negara mengungsi setiap harinya.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Cuaca ekstrem yang menyebabkan bencana alam menyebabkan 43,1 juta anak di 44 negara mengungsi selama enam tahun.
Foto: AP Photo/Fareed Khan
Cuaca ekstrem yang menyebabkan bencana alam menyebabkan 43,1 juta anak di 44 negara mengungsi selama enam tahun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bencana yang berkaitan dengan cuaca ekstrem menyebabkan 43,1 juta anak mengungsi di 44 negara selama enam tahun, atau sekitar 20.000 anak mengungsi setiap harinya. Ini merujuk pada analisis baru UNICEF berjudul Children Displaced in a Changing Climate.

Laporan ini merupakan analisis global pertama mengenai jumlah anak yang terusir dari rumah mereka antara tahun 2016 dan 2021 akibat banjir, badai, kekeringan, dan kebakaran hutan, serta melihat proyeksi untuk 30 tahun ke depan.

Baca Juga

Menurut UNICEF, Cina dan Filipina merupakan salah satu negara yang mencatat jumlah pengungsian anak tertinggi, lantaran terpapar cuaca ekstrem, populasi anak yang besar, serta kemajuan yang dicapai dalam hal peringatan dini dan kapasitas evakuasi.

Namun, berbicara terkait jumlah populasi anak, mereka yang berada di negara kepulauan kecil seperti Dominika di Karibia dan Vanuatu di Oseania adalah yang paling terdampak oleh badai. Sementara anak-anak di Somalia dan Sudan Selatan di Afrika adalah yang paling terdampak oleh banjir.

"Sangat menakutkan bagi setiap anak ketika kebakaran hutan yang ganas, badai, atau banjir menerjang komunitas mereka. Bagi mereka yang terpaksa mengungsi, rasa takut dan dampaknya bisa sangat menghancurkan, dengan kekhawatiran apakah mereka akan kembali ke rumah, melanjutkan sekolah, atau terpaksa pindah lagi,” kata Direktur Eksekutif UNICEF, Catherine Russell, seperti dikutip dari UNICEF, Ahad (8/10/2023).

Banjir dan badai menyebabkan 40,9 juta atau 95 persen dari jumlah pengungsian anak yang tercatat antara tahun 2016 dan 2021, sebagian disebabkan oleh pelaporan yang lebih baik dan evakuasi yang lebih dini. Sementara itu, kekeringan memicu lebih dari 1,3 juta pengungsian internal anak-anak, dengan Somalia sebagai negara yang paling terdampak.

Adapun kebakaran hutan memicu 810 ribu pengungsian anak-anak, dengan lebih dari sepertiganya terjadi pada tahun 2020. Kanada, Israel, dan Amerika Serikat mencatat jumlah terbanyak.

Anak-anak sangat berisiko mengalami pengungsian di negara-negara yang telah bergulat dengan krisis yang tumpang tindih, seperti konflik dan kemiskinan, di mana kapasitas lokal untuk mengatasi pengungsian tambahan anak-anak menjadi terbatas.

Haiti misalnya, yang sudah berisiko tinggi mengalami pengungsian anak akibat bencana, juga mengalami masalah kekerasan dan kemiskinan, serta terbatasnya investasi untuk mitigasi dan kesiapsiagaan bencana. Hal serupa juga terjadi di negara Mozambique, Afrika.

“Inilah negara-negara di mana jumlah anak-anak yang rentan yang berisiko mengalami pengungsian di masa depan dan kapasitas penanggulangan serta pendanaannya terbatas, di mana mitigasi risiko, adaptasi, upaya kesiapsiagaan, dan pendanaan menjadi hal yang paling mendesak,” kata Russell.

Dengan menggunakan model risiko pengungsian akibat bencana, laporan ini memproyeksikan banjir sungai berpotensi menyebabkan hampir 96 juta anak kehilangan tempat tinggal dalam 30 tahun ke depan. Sementara angin topan dan badai berpotensi menyebabkan 10,3 juta dan 7,2 juta anak kehilangan tempat tinggal dalam periode yang sama. Dengan semakin seringnya kejadian cuaca yang lebih parah akibat perubahan iklim, angka sebenarnya hampir pasti akan lebih tinggi.

“UNICEF bekerja sama dengan pemerintah di negara-negara yang paling berisiko untuk mempersiapkan dan meminimalkan risiko pengungsian dengan lebih baik, mengembangkan dan menerapkan strategi adaptasi perubahan iklim yang responsif terhadap anak,” jelas Russell.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement