Selasa 28 Nov 2023 17:50 WIB

Masyarakat Pesisir Indonesia Paling Rentan Terdampak Perubahan Iklim

Masyarakat pesisir Indonesia terancam kehilangan tempat tinggal karena krisis iklim.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Masyarakat di pesisir dinilai paling terkena dampak dari perubahan iklim.
Foto: ANTARA/Prasetia Fauzani
Masyarakat di pesisir dinilai paling terkena dampak dari perubahan iklim.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia merupakan salah satu negara paling rentan terhadap dampak perubahan iklim. Sebanyak 199 kabupaten/kota yang terletak di wilayah pesisir terancam dampak perubahan iklim. Selain itu terdapat 40 kabupaten/kota mempunyai indeks kerentanan pesisir yang sangat tinggi, dimana kenaikan permukaan air laut akibat perubahan iklim menyebabkan masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir akan kehilangan tempat tinggal.

Demikian yang disampaikan Anna Amalia dari Direktorat Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Lebih lanjut Anna mengungkapkan data sebanyak 11,65 juta orang yang masuk dalam kategori miskin di Indonesia menghadapi ancaman yang lebih tinggi dari dampak perubahan iklim.

Baca Juga

"Tak hanya kerugian fisik, perubahan iklim juga berpotensi menghilangkan mata pencaharian, sehingga berpotensi menambah jumlah penduduk miskin di Indonesia," ucap Anna seperti dikutip dalam keterangan tertulis, Selasa (28/11/2023).

Menurutnya, mengatasi perubahan iklim memerlukan pemahaman tentang interaksi kompleks antara manusia dan alam melalui pendekatan multidisiplin berdasarkan kesetaraan dan keadilan gender. Aksi terpadu dan kolaboratif dengan berbagai pihak diperlukan dalam mewujudkan pembangunan berketahanan iklim. Baik di tingkat nasional maupun regional di masa depan dapat meningkatkan ketahanan terhadap dampak negatif perubahan iklim.

"Kesetaraan gender dalam pembangunan berketahanan iklim perlu dijabarkan secara konkrit dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) untuk memastikan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di masyarakat bersifat inklusif, adil, dan berkelanjutan," ujarnya.

Kepala Pusat Riset Hukum (PRH) BRIN, Laely Nurhidayah menjelaskan, masyarakat di wilayah yang terkena dampak perubahan iklim akan lebih rentan terhadap migrasi paksa, perdagangan manusia, dan kerja paksa. Berdasarkan wawancara dengan masyarakat lokal di Sri Wulan, warga desa yang kehilangan lahan pertaniannya mendapatkan pekerjaan sebagai buruh di industri di Semarang. Pemerintah perlu memperkuat perlindungan hukum dan meningkatkan upaya penegakan hukum, dan perusahaan perlu melakukan uji tuntas yang lebih intensif.

"Melihat dari kerangka hukum dan kebijakan dalam perlindungan dari dampak perubahan iklim, saat ini belum ada hukum yang secara spesifik mengatur dampak dari perubahan iklim di Indonesia," jelas Laely

Oleh karena itu, kata Laely, BRIN yang dimotori oleh PRH melalui program "Koneksi" berkolaborasi bersama Griffith University, Universitas Diponegoro, dan juga para pemangku kepentingan, mengidentifikasi kebijakan dan undang-undang serta kesenjangan implementasi dalam mengatasi migrasi lingkungan dan kerja paksa.

"Kita juga perlu melakukan pemetaan pemangku kepentingan tentang cara mengatasi migrasi lingkungan dan kerja paksa," ungkap dia.

Amy Young dari Griffith University menuturkan bahwa tim riset program "Koneksi" memiliki tujuan untuk mewujudkan kolaborasi dan koneksi antar stakeholder seperti lembaga riset, lintas instansi, organisasi non pemerintah, hingga instansi lintas negara. "Goal dari riset program Koneksi adalah kolaborasi internasional untuk berfokus pada riset dampak dari perubahan iklim pada perempuan dan anak-anak," terang Amy.

Sementara itu, Wiwandari Handayani dari Universitas Diponegoro menyebutkan, program "Koneksi" mencakup kebijakan dan tanggapan dunia usaha Indonesia terhadap kerja paksa dan dampaknya terhadap perempuan dan anak-anak yang rentan, terutama mereka yang terkena bencana alam, yang diperburuk oleh perubahan iklim. Dikatakan lagi bahwa Studi kasus yang diambil berasal dari daerah Muara Angke Jakarta, Pekalongan, dan Demak.

“Karakteristik yang diambil adalah area dengan komunitas masyarakat yang bermata pencaharian di daerah pesisir, seperti nelayan, di mana dalam bidang tersebut terdapat perempuan yang bekerja sebagai buruh industri perikanan,” kata Wiwandari.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement