REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam 10 tahun terakhir, para pelancong di berbagai belahan dunia mulai bergerak ke arah yang lebih berkelanjutan, sadar lingkungan dan bertanggung jawab secara sosial. Seiring dengan hal itu, pasar ekowisata global diperkirakan akan mencapai 299,3 miliar dolar AS pada tahun 2026, merujuk pada laporan dari ResearchAndMarkets.com.
Lantas apa itu ekowisata? Menurut David Fennell, seorang Profesor geografi dan studi pariwisata di Brock University di Ontario, Kanada, ekowisata berarti sikap dan etika para pelancong yang mendukung upaya pelestarian lingkungan dan alam. Caranya bisa dengan mengurangi emisi karbon selama perjalanan, menjaga lingkungan wisata agar tidak rusak, menghargai masyarakat lokal, melindungi satwa liar dan warisan budaya.
“Hanya dengan pergi ke taman nasional tidak berarti Anda adalah seorang ecotourist. Anda harus menerapkan etika yang bertanggung jawab, bukan hanya untuk diri sendiri sebagai turis, namun juga konservasi dan kesejahteraan satwa,” kata Fennell seperti dilansir Vox, Rabu (6/12/2023).
Sebagai alternatif dari pariwisata massal (mass tourism), ekowisata dimaksudkan untuk membawa para wisatawan keluar dari kebiasaan dan masuk ke dalam pola pikir yang saling menguntungkan dengan tempat yang dikunjungi.
Seperti halnya banyak layanan yang berorientasi pada keberlanjutan, ekowisata dimulai pada tahun 70-an. Secara resmi menjadi entri kamus pada tahun 1982, di mana ia didefinisikan sebagai upaya untuk mendukung upaya konservasi, terutama di lingkungan alam yang sering terancam. Sejak saat itu, definisi dan maknanya telah berkembang dengan menyertakan dukungan bagi masyarakat lokal.
Dalam literatur tentang ekowisata, perjalanan dapat dibedakan menjadi “hard paths” dan "soft paths”, berdasarkan pada seberapa banyak aspek perjalanan yang mengikuti etika ekowisata dan seberapa besar tuntutan trip wisatawan. Misalnya, jika perjalanan Anda memiliki komitmen lingkungan yang kuat dan akan aktif secara fisik, kemungkinan besar Anda termasuk “hard paths” ekowisata.
Sementara itu, jika perjalanan Anda ditujukan untuk kenyamanan fisik dengan hanya sedikit komitmen terhadap lingkungan, Anda mungkin termasuk "soft paths”. Namun yang pasti, dengan menjadikan ekowisata sebagai etos, Anda bisa menjadi ecotourist di mana saja.
Anda mungkin bertanya-tanya apakah mendaki di jalan setapak yang ramai atau berenang bersama manatee adalah ekowisata. Meskipun kedua contoh tersebut merupakan pariwisata berbasis alam karena berhubungan dengan alam, namun belum tentu merupakan ekowisata, karena kedua aktivitas ini dapat membahayakan destinasi tersebut jika dilakukan secara berlebihan.
Pada tahun 1980-an, pariwisata massal mulai merusak beberapa ekosistem yang paling sensitif di dunia, seperti Riviera Maya di Meksiko, di mana pembangunan yang nyaris konstan telah menyebabkan hutan setempat ditebangi. Wisata satwa liar mencakup berbagai hal, mulai dari penangkaran dan perburuan singa yang kejam hingga pertunjukan lumba-lumba di penangkaran yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh manusia, hingga pengamatan burung tanpa etika, juga tidak termasuk pada ekowisata.
Dengan membuat pilihan secara sadar dan mengadopsi kebiasaan ramah lingkungan, kita dapat menikmati petualangan sambil melestarikan keindahan planet kita untuk generasi mendatang. Dilansir Getaway, berikut beberapa tips praktis tentang cara berwisata yang lebih ramah lingkungan.
1. Pilihlah akomodasi yang berkelanjutan
Saat merencanakan perjalanan, pilihlah akomodasi ramah lingkungan seperti penginapan ramah lingkungan atau hotel ramah lingkungan. Carilah sertifikasi seperti LEED atau Green Globe, yang memastikan bahwa properti tersebut mengikuti praktik ramah lingkungan. Selain itu, pertimbangkan untuk menginap di akomodasi milik warga lokal untuk mendukung ekonomi lokal.
2. Bawalah barang yang ringan
Membawa barang bawaan yang ringan tidak hanya membuat pengalaman berwisata menjadi lebih nyaman, tetapi juga mengurangi emisi karbon yang terkait dengan transportasi. Semakin ringan barang bawaan, semakin sedikit bahan bakar yang dibutuhkan untuk mengangkutnya.
3. Gunakan transportasi umum
Jika memungkinkan, pilihlah transportasi umum daripada kendaraan pribadi atau penerbangan domestik. Kereta, bus, atau transportasi umum lokal lainnya akan lebih hemat energi dan menghasilkan lebih sedikit emisi per penumpang. Anda tidak hanya akan mengurangi jejak karbon, tetapi juga akan memiliki kesempatan untuk membenamkan diri dalam budaya lokal dan berinteraksi dengan sesama pelancong.