Senin 19 Aug 2024 11:36 WIB

Penelitian Ungkap Buruh Tani Kelompok Paling Terdampak Kebakaran Hutan

Keselamatan buruh tani kerap diabaikan.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Sukarelawan berusaha memadamkan api saat terjadi kebakaran di Athena utara, Senin (12/8/2024).
Foto: AP Photo/Aggelos Barai
Sukarelawan berusaha memadamkan api saat terjadi kebakaran di Athena utara, Senin (12/8/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, LOS ANGELES -- Penelitian menunjukkan buruh tani salah satu kelompok yang paling terdampak perubahan iklim yang meningkatkan frekuensi dan intensitas kebakaran hutan di seluruh dunia karena paparan polusi udara yang tinggi. Penelitian yang dilakukan Sonoma County menemukan program yang dibuat untuk untuk keselamatan kerja selama kebakaran hutan dan lahan tidak cukup melindungi buruh tani.

Mereka merekomendasikan serangkaian langkah untuk melindungi kesehatan pekerja termasuk memantau kualitas udara di lokasi kerja, syarat yang lebih ketat bagi pengusaha, rencana darurat dan pelatihan dalam berbagai bahasa, pemeriksaan kesehatan pasca-paparan dan uang kompensasi paparan bahaya.

"(Buruh tani) merupakan kelompok pertama dan yang paling terdampak dari apa yang kita semua baru mulai pahami," kata Direktur Eksekutif Serikat Buruh North Bay Jobs with Justice, Max Bell Alper.

Alper mengatakan ia yakin apa yang terjadi di lokasi penelitian juga terjadi seluruh AS. "Apa yang kami alami sekarang di California juga terjadi di tempat lain," katanya.

Buruh tani menghadapi tekanan yang luar biasa untuk bekerja di kondisi berbahaya. Banyak yang berada di garis kemiskinan dan tidak dibayar bila tidak bekerja. Sementara buruh tani yang tidak memiliki dokumen di AS lebih rentan lagi karena kurangnya kemahiran dalam bahasa Inggris, tidak memiliki jaminan, menghadapi diskriminasi dan eksploitasi.

Hal-hal ini mempersulit mereka meminta kondisi kerja dan hak dasar yang lebih baik. Peneliti memeriksa data kebakaran di Glass and LNU Lightning Complex di Sonoma County, California yang dikenal daerah anggur tahun 2020 lalu. Selama kebakaran banyak buruh tani yang tetap bekerja, sering kali di zona evakuasi yang dianggap tidak aman bagi masyarakat umum. Karena asap dan debu dapat mencemari anggur, petani menambah tekanan ke buruh tani untuk pergi ke ladang.

Para peneliti mengamati data kualitas udara dari satu monitor AirNow, yang dioperasikan Lembaga Perlindungan Lingkungan AS (EPA) dan digunakan untuk memperingatkan masyarakat tentang tingkat yang tidak aman, dan 359 monitor dari PurpleAir, yang menawarkan sensor yang dapat dipasang di rumah atau tempat usaha.

Dari 31 Juli hingga 6 November 2020, sensor AirNow mencatat 21 hari polusi udara yang menurut EPA tidak sehat bagi kelompok rentan dan 13 hari kualitas udara yang buruk dan tidak sehat untuk semua orang. Pemantau PurpleAir menemukan 27 hari udara yang EPA anggap tidak sehat untuk kelompok rentan dan 16 hari udara beracun bagi semua orang. Pada beberapa kesempatan, asapnya lebih buruk di malam hari.

Salah satu peneliti dan asisten profesor di University of California-Irvine Michael Méndez mengatakan, beberapa pengusaha meminta buruh tani untuk bekerja di malam hari karena suhu yang lebih dingin dan asap yang tidak terlalu pekat.

“Ratusan buruh tani terpapar kualitas udara beracun dari asap kebakaran hutan, dan hal ini dapat berdampak buruk bagi kesehatan mereka, tidak ada pemantauan pasca-paparan terhadap para buruh tani ini.”

Para peneliti juga memeriksa program Agricultural Pass di Sonoma County yang memungkinkan para buruh tani dan pekerja pertanian lainnya masuk ke area evakuasi wajib untuk melakukan kegiatan penting seperti menyiram atau memanen tanaman.

Mereka menemukan proses atau protokol persetujuan program itu tidak memiliki standar yang jelas. Selain itu penegakan syarat program itu juga tidak ditegakkan. Dalam beberapa kasus, misalnya, permohonan tidak menyertakan jumlah pekerja di tempat kerja dan tidak memiliki lokasi tempat kerja yang terperinci. 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement