Selasa 21 Jan 2025 18:26 WIB

Cegah Praktik Greenwashing dalam Perdagangan Karbon

Pemerintah perlu memperkuat standar emisi gas rumah kaca.

Layar menampilkan informasi pergerakan perdagangan karbon internasional pada awal pembukaan di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (20/1/2025).
Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Ramdan
Layar menampilkan informasi pergerakan perdagangan karbon internasional pada awal pembukaan di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (20/1/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Perdagangan karbon internasional yang baru saja diluncurkan Indonesia harus disertai dengan tata kelola yang ketat dan transparan. Jangan sampai bursa karbon internasional menjadi ruang bagi praktik greenwashing perusahaan-perusahaan internasional.

Program Director Trend Asia Ahmad Ashov Birry menilai, alih-alih mengurangi emisi gas rumah kaca, perdagangan karbon berpotensimembuat Indonesia sebagai tempat 'pencucian' karbon bagi penghasil emisi luar negeri. Ahmad menekankan perdagangan karbon seharusnya berfungsi sebagai insentif untuk mendorong pengurangan emisi yang lebih signifikan.

Baca Juga

Ia menyoroti pentingnya prinsip tambahan yang harus dipenuhi dalam standar emisi. Namun, ia mencatat standar emisi karbon di Indonesia saat ini sangat lemah dan longgar. Pajak karbon yang seharusnya berfungsi sebagai sanksi untuk pelanggaran standar pun belum diimplementasikan.

“Alih-alih untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, perdagangan karbon lebih kental akan motif bisnis seperti biasanya,” kata Ahmad kepada Republika, Selasa (21/1/2025).

Ia menegaskan pemerintah perlu memperkuat standar emisi gas rumah kaca dan memastikan penegakan yang ketat terhadap standar tersebut. Selain itu, transparansi data dan informasi terkait emisi juga sangat penting.

Ahmad mengatakan tanpa transparansi yang memadai, perdagangan karbon berpotensi menjadi permainan bagi segelintir pihak, yang dapat memicu praktik greenwashing di kalangan pencemar. Ia menekankan transparansi data emisi gas rumah kaca harus detail, mencakup informasi fasilitas sumber pencemaran dan jenis emisi gas rumah kaca, serta harus tersedia secara gratis dan dapat diakses kapan saja.

“Transparansi data dan informasi emisi gas rumah kaca yang harus detail untuk setiap fasilitas sumber pencemaran, detail per gas rumah kaca, tersedia secara cuma-cuma, dan dapat diakses kapan saja, menjadi prasyarat dari partisipasi publik dalam konteks mewujudkan perdagangan karbon yang berintegritas. Masyarakat sipil hanya mungkin terlibat secara bermakna apabila terdapat transparansi tersebut,” tambahnya.

Ahmad menyerukan agar Pemerintah Indonesia lebih fokus pada langkah-langkah konkret dalam mengurangi emisi dan mendorong transisi yang berkeadilan. Ia mengingatkan perdagangan karbon, yang telah terbukti tidak efektif di berbagai negara, seharusnya bukan menjadi prioritas utama dalam upaya mengatasi perubahan iklim.

Pada Senin (20/1/2025), Indonesia meluncurkan skema perdagangan karbon internasional melalui platform IDX Carbon. Inisiatif ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mencapai target pemangkasan emisi yang ditetapkan sendiri (NDC). Indonesia memulai perdagangan karbon internasional dengan menawarkan 1.780.000 ton CO2e dari lima pembangkit listrik yang dimiliki oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Pembangkit tersebut termasuk pembangkit listrik berbahan bakar gas dan proyek energi terbarukan.

Dalam pernyataannya, IDX mengatakan dalam upaya membangun ekosistem karbon yang transparan, berintegritas, inklusif, dan adil, maka Pemerintah Indonesia melakukan penguatan atas elemen-elemen penting dalam ekosistem karbon, yakni meliputi penguatan Sistem Registri Nasional (SRN); Pengukuran, Pelaporan dan Verifikasi (MRV); Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK); dan Otorisasi  dan Corresponding Adjustment (CA) pada perdagangan karbon luar negeri.

"Melalui elemen-elemen penting dalam ekosistem karbon tersebut dapat dipastikan bahwa Sertifikat Pengurangan Emisi (SPE) yang dikeluarkan Indonesia sudah dipastikan merupakan SPE yang memiliki integritas tinggi," kata Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq saat peresmian Perdagangan Internasional Perdana Unit Karbon Indonesia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement