Kamis 10 Apr 2025 15:40 WIB

Kualitas Udara Tanggung Jawab Bersama

Terdapat lima sumber utama polusi udara di Jabodetabek.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Suasana Kota Jakarta yang tertutup asap putih dilihat dari pesawat di Jakarta, Jumat (21/6/2024).
Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Suasana Kota Jakarta yang tertutup asap putih dilihat dari pesawat di Jakarta, Jumat (21/6/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengingatkan pentingnya menjaga kualitas udara di wilayah Jabodetabek saat kemarau. Hanif menegaskan kualitas udara adalah tanggung jawab bersama dan memerlukan kolaborasi dari semua pihak, termasuk pelaku usaha.

Dalam Arahan Menteri Lingkungan Hidup kepada Pelaku Usaha Kawasan Industri Jabodetabek, Hanif menyinggung penelitian dari World Bank dan studi lainnya, yang menyatakan terdapat lima sumber utama polusi udara di Jabodetabek yang perlu dicermati.

Pertama, penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan transportasi yang Menyumbang sekitar 35 persen penurunan kualitas udara selama musim kemarau. Kedua, pembakaran ketel uap atau boiler, terutama terkait dengan industri yang tersebar di Jabodetabek.

Ketiga, open burning atau pembakaran terbuka yang masih terjadi meskipun dapat dipantau melalui satelit. Keempat, aktivitas konstruksi yang terus berkontribusi pada polusi. Kelima adalah aerosol, partikel-partikel kecil yang saling berikatan dan sulit terurai di atmosfer.

Hanif menjelaskan beberapa langkah telah direncanakan untuk mengatasi masalah ini, termasuk penerapan standar Euro 4 untuk bahan bakar guna mengurangi emisi polutan serta peningkatan elektrifikasi transportasi massal.

“Penerapan gas sebagai bahan bakar alternatif untuk boiler juga menjadi fokus kami,” ujarnya, Kamis (10/4/2025).

Hanif juga menekankan pentingnya penegakan hukum terhadap open burning ilegal dengan mencatat hampir 120 titik pelanggaran di wilayah Jabodetabek. Salah satu solusi inovatif yang dibahas adalah penggunaan teknologi modifikasi cuaca untuk menurunkan hujan buatan sehingga dapat membantu membersihkan polutan dari atmosfer Jakarta.

Hanif menambahkan kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah sangat diperlukan dalam pengawasan kualitas udara melalui sistem monitoring real-time seperti Continuous Emission Monitoring System (CEMS) dan Air Quality Monitoring System (AQMS).

“Meskipun ada tantangan besar, langkah-langkah strategis harus dilakukan secara bertahap berdasarkan roadmap yang telah disusun sebelumnya,” tegasnya.

Ia juga mencatat dampak perang dagang global terhadap upaya lingkungan hidup domestik, menunjukkan perlunya pendekatan kompromi dalam menghadapi dinamika internasional tersebut.

Dengan populasi lebih dari 30 juta jiwa di wilayah aglomerasi terbesar Pulau Jawa ini, menjaga kualitas udara bukan hanya tentang kesehatan masyarakat tetapi juga tentang keberlanjutan ekosistem perkotaan secara keseluruhan.

Dalam pemaparannya, Hanif juga mencatat saat ini hampir seluruh sungai yang melintasi Jakarta berada dalam kondisi tercemar sedang sampai berat. Ia mengatakan sebagian besar dari sungai utama di Jakarta berada dalam kondisi tercemar berat.

“Banyak yang relatif berat terutama pada 13 sungai utama di Jakarta,” katanya. 

Hanif mengatakan pencemaran sungai di Jakarta karena limbah yang dihasilkan industri yang berada di sekitar wilayah Jakarta. Ia meminta kepada industri untuk bertanggung jawab atas limbah yang dihasilkan.

Hal tersebut dilakukan untuk mengatasi permasalahan pencemaran sungai yang ada di Jakarta. “Siapapun kita yang menyebabkan pencemaran lingkungan, maka kepadanya kemudian dimintakan kita untuk memenuhi tanggung jawabnya untuk menyelesaikannya,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement