Selasa 15 Apr 2025 09:08 WIB

Perubahan Iklim Ancam Perekonomian Global

Pemanasan global dapat mengganggu produksi dan logistik.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Perubahan iklim (ilustrasi)
Foto: www.freepik.com
Perubahan iklim (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL — Ekonom memperingatkan bahwa perubahan iklim berpotensi menimbulkan dampak signifikan terhadap perekonomian global di masa depan. Pemanasan global dapat mengganggu produksi serta memicu permasalahan dalam logistik dan rantai pasokan.

Ekonom dari Istanbul Bilgi University, Erhan Aslanoglu, menyatakan bahwa dampak perubahan iklim tidak hanya terbatas pada lingkungan, tetapi juga merambah ke berbagai indikator ekonomi, termasuk sektor industri dan pariwisata.

Baca Juga

Sebuah studi yang dilakukan oleh University of New South Wales di Australia menyoroti keterkaitan erat antara ekonomi global dan dampak iklim antarnegara. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan potensi kerugian ekonomi yang sangat besar akibat perubahan iklim, yang besarnya akan bergantung pada berbagai skenario emisi gas rumah kaca.

Menurut penelitian tersebut, tanpa mempertimbangkan faktor iklim, skenario emisi gas rumah kaca yang tinggi dapat menyebabkan penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) global sebesar 11 persen pada tahun 2100. Namun, jika dampak iklim turut diperhitungkan, kerugian PDB global dapat melonjak hingga 40 persen.

Aslanoglu menekankan bahwa dampak perubahan iklim terhadap aktivitas ekonomi bersifat ganda, yakni langsung dan tidak langsung. Ia juga menyoroti aspek hilangnya nyawa sebagai konsekuensi paling krusial, mengingat kenaikan suhu bumi dapat memicu berbagai masalah kesehatan serius, seperti serangan jantung dan tekanan darah tinggi.

"Meskipun sulit untuk diukur secara akurat, masalah-masalah kesehatan dapat dipengaruhi oleh iklim. Oleh karena itu, kita perlu membagi kerugian akibat dampak perubahan iklim menjadi kategori 'terukur' dan 'tidak terukur'," ujarnya, seperti dikutip dari Anadolu Agency, Selasa (15/4/2025).

Aslanoglu menjelaskan bahwa kenaikan suhu, bencana alam, dan cuaca ekstrem dapat menekan tingkat produktivitas, yang pada akhirnya menyebabkan kerugian ekonomi. Bencana alam seperti badai, banjir, dan kekeringan juga menimbulkan biaya pemulihan yang sangat besar.

"Seiring dengan terjadinya kerusakan ini, ada biaya besar yang harus dikeluarkan untuk upaya penanggulangan dan pemulihan," katanya.

Meskipun demikian, Aslanoglu menilai bahwa proyeksi penurunan PDB global hingga 40 persen sebagai hasil penelitian yang kontroversial. Ia berpendapat bahwa dampak perubahan iklim bersifat dinamis dan terjadi secara bertahap.

Aslanoglu juga menjelaskan bahwa produksi sangat dipengaruhi oleh faktor logistik dan pasokan. Menurutnya, skenario penurunan PDB yang signifikan ini berpotensi terjadi jika dunia mengalami lonjakan populasi di masa mendatang.

"Jika pertumbuhan ekonomi global mengalami kendala, maka 'kue' ekonomi yang tersedia untuk setiap individu akan semakin mengecil," katanya.

Dalam konteks distribusi kekayaan, Aslanoglu menggunakan metafora kue. Ia menyatakan bahwa kombinasi antara lonjakan populasi dan pertumbuhan ekonomi yang melambat akan berdampak negatif pada kesejahteraan masyarakat, yang berpotensi menyebabkan peningkatan pengangguran dan penurunan produksi.

"Ketika 'kue' ekonomi semakin kecil sementara jumlah penduduk terus bertambah, potensi terjadinya konflik juga dapat meningkat," tambahnya.

Sebagai langkah antisipasi, Aslanoglu menunjuk Protokol Kyoto dan Perjanjian Paris sebagai contoh perjanjian internasional yang bertujuan untuk mengurangi tekanan perubahan iklim terhadap perekonomian.

Ia menambahkan bahwa perjanjian-perjanjian tersebut memberikan peluang bagi negara-negara untuk secara bertahap mengubah pola produksi dan konsumsi mereka menuju target nol emisi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement