Senin 28 Apr 2025 09:31 WIB

Just Stop Oil Gelar Aksi Protes Terakhir dengan Pawai Damai di London

Just Stop Oil salah satu organisasi lingkungan paling menonjol di Inggris.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Polisi menangkap aktivis perubahan iklim karena aksi mereka menggangu aktivitas perjalanan ke pusat Kota London, Inggris.
Foto: EPA-EFE/NEIL HALL
Polisi menangkap aktivis perubahan iklim karena aksi mereka menggangu aktivitas perjalanan ke pusat Kota London, Inggris.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON--Kelompok aktivis lingkungan Inggris, Just Stop Oil, menggelar unjuk rasa terakhir mereka di London, menandai akhir dari serangkaian aksi yang selama tiga tahun terakhir berhasil menarik perhatian publik. Organisasi ini menyatakan akan mengubah fokus perjuangan mereka ke arah baru.

Mengutip dari laporan Al Jazeera, akhir pekan lalu, ratusan pendukung Just Stop Oil mengadakan pawai damai melintasi pusat Ibu Kota Inggris, dari kawasan parlemen hingga ke kantor pusat perusahaan minyak dan gas Shell. Di depan kantor Shell, para aktivis melepaskan jaket oranye yang menjadi ciri khas mereka, sebagai simbol seruan untuk mengakhiri ekstraksi minyak dan gas di Inggris pada tahun 2030.

Baca Juga

Just Stop Oil dikenal sebagai salah satu organisasi lingkungan paling menonjol di Inggris. Pada Maret lalu, mereka mengumumkan akan menghentikan aksi-aksi langsung yang selama ini kerap menjadi berita utama. Kelompok ini menyatakan telah mencapai tujuan awal mereka, yaitu menghentikan persetujuan proyek minyak dan gas baru di Inggris.

Sejak didirikan pada tahun 2022, lebih dari 3.000 anggota Just Stop Oil telah ditangkap dalam berbagai aksi protes, dengan 11 di antaranya saat ini menjalani hukuman penjara, termasuk salah satu pendiri, Roger Hallam, yang berusia 58 tahun. Lima aktivis lainnya dijadwalkan akan menerima vonis pada bulan Mei mendatang.

Aksi-aksi Just Stop Oil sering kali kontroversial, termasuk insiden menyiram lukisan Sunflowers karya Vincent van Gogh dengan sup tomat, melumuri situs bersejarah Stonehenge dengan bubuk cat oranye, serta mengganggu pertunjukan teater dan ajang olahraga, seperti turnamen tenis Wimbledon.

Meskipun banyak menuai kecaman dari politisi, aparat kepolisian, dan sebagian masyarakat umum, kelompok ini mengklaim kemenangan besar setelah pemerintah dari Partai Buruh menghentikan penerbitan izin eksplorasi minyak dan gas baru di Laut Utara.

Namun, Partai Buruh berusaha menjaga jarak dari Just Stop Oil. Perdana Menteri Keir Starmer mengkritik keras aksi-aksi mereka dan menegaskan bahwa para pengunjuk rasa harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka di hadapan hukum.

Juru bicara Just Stop Oil, Mel Carrington, menyatakan bahwa meski aksi-aksi mereka “sangat efektif dalam menarik perhatian media”, perubahan politik global, termasuk terpilihnya kembali Donald Trump yang skeptis terhadap isu perubahan iklim sebagai Presiden Amerika Serikat, membuat kondisi eksternal semakin sulit untuk pergerakan mereka.

“Penindasan yang terjadi membuat mobilisasi massa menjadi lebih sulit, dan lingkungan eksternal telah berubah,” ujar Carrington.

Meski belum mengumumkan secara rinci langkah selanjutnya, Just Stop Oil menegaskan akan terus “mengungkap kebenaran di pengadilan, menyuarakan hak-hak para tahanan politik, dan mengecam undang-undang anti-protes yang menindas di Inggris”.

“Di balik layar, kami bekerja sama dengan kelompok-kelompok serupa untuk mengembangkan strategi menghadapi tantangan berikutnya,” tambah Carrington.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement