REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan menolak rekomendasi Dewan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) soal bahan bakar pesawat berkelanjutan. Dua sumber menyebut Washington menilai kebijakan itu bakal menguntungkan petani jagung Brasil dan merugikan produsen etanol AS.
Salah satu sumber menyatakan perbedaan posisi itu masih bisa diselesaikan lewat kompromi. Namun, produsen etanol asal Brasil memperingatkan bahwa konflik ini dapat merusak kepercayaan global terhadap sistem sertifikasi bahan bakar pesawat ramah lingkungan.
Maskapai global didesak mengganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar berkelanjutan demi mencapai target nol emisi pada 2050. Namun produksi bahan bakar alternatif seperti SAF (sustainable aviation fuel) dari limbah kota atau minyak goreng bekas masih terkendala biaya tinggi.
Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) memperkirakan sektor penerbangan membutuhkan investasi hingga 4,7 triliun dolar AS untuk transisi energi bersih. Saat ini, SAF baru mencakup sekitar 1 persen dari total konsumsi bahan bakar jet di dunia.
SAF didorong untuk menggantikan kerosin sebagai upaya dekarbonisasi penerbangan. Permintaan terhadap bahan bakar ini diprediksi terus meningkat, seiring kuota dan insentif pajak dari berbagai negara.
Di AS, produksi jagung terkonsentrasi di wilayah Midwest dan melebihi kebutuhan konsumsi domestik. Produsen pun berlomba mencari pasar baru, termasuk menjadikan jagung sebagai bahan baku etanol untuk avtur berkelanjutan.
Agar etanol berbasis jagung diakui ramah lingkungan, para produsen AS mengusulkan penggunaan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (CSS). Teknologi ini menangkap emisi karbon dari proses produksi agar tidak terlepas ke atmosfer.
Di sisi lain, Brasil sebagai pesaing utama menyoroti pentingnya independensi dalam proses penetapan standar bahan bakar berkelanjutan. Asosiasi Produsen Etanol Jagung Brasil (UNEM) menegaskan bahwa proses sertifikasi harus terbebas dari tekanan politik.
“Setiap upaya campur tangan politik tidak hanya akan merusak proses pengambilan keputusan, tetapi juga kepercayaan komunitas internasional terhadap sistem sertifikasi bahan bakar penerbangan berkelanjutan,” kata Direktur Hubungan Kelembagaan dan Keberlanjutan UNEM, Bruno Alves, Selasa (17/6/2025).
Departemen Luar Negeri AS dilaporkan telah menyampaikan keberatan sejak Maret lalu dan terus memantau perkembangan usulan ICAO tersebut menjelang sidang formal.
“UNEM meyakini sangat penting agar proses yang bersifat teknis dan transparan ini dihormati dan dijaga. Upaya untuk mendelegitimasi atau mempolitisasi hasil akan sangat serius,” kata Alves.