REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) akan membawa capaian 4,8 juta ton karbondioksida ekuivalen (CO2e) dari 14 proyek pengurangan emisi untuk dipamerkan dalam Konferensi Perubahan Iklim ke-30 (COP30) di Brasil, November mendatang.
Deputi Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon KLH/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), Ary Sudijanto, mengatakan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim masih menghadapi isu pendanaan. Ia menyoroti janji pembiayaan dari negara-negara maju yang sebagian besar belum terealisasi.
“Indonesia itu ingin mengajukan alternatif. Kalau memang butuh pendanaan, kenapa tidak exercising dari carbon pricing, dari nilai ekonomi karbon. Jadi tidak harus terus-menerus meminta ke negara maju,” jelasnya di Jakarta, Jumat (12/9/2025).
Sebelumnya, Indonesia memiliki 17 proyek pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) yang dijalankan dalam skema Clean Development Mechanism (CDM) milik Protokol Kyoto, perjanjian global terkait perubahan iklim yang berakhir pada 2020.
KLH/BPLH kini memfasilitasi percepatan transisi 14 proyek dari total 17 proyek yang memenuhi kriteria menuju mekanisme baru di bawah Pasal 6.4 Perjanjian Paris.
Total 4,8 juta ton CO2e dari 14 proyek tersebut berpotensi diperdagangkan di pasar karbon. Proses transisi ini memastikan bahwa pengurangan emisi GRK yang sudah dicapai dapat diperdagangkan sesuai skema Perjanjian Paris yang berlaku.
Beberapa proyek pengurangan emisi itu mencakup pembangkit geotermal, pengolahan biogas dari limbah, Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), serta proyek penangkapan gas metana. “Jadi kita ingin sampaikan ke dunia, ini loh Indonesia sudah exercising semua kanal yang ada dan itu bisa dilakukan. Nanti di COP kami ingin menunjukkan hal itu,” ujar Ary.