Jumat 10 Oct 2025 09:11 WIB

IEA Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Energi Terbarukan Global

Penurunan proyeksi dipicu dicabutnya insentif pajak.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Pegawai PLN bekerja di salah satu pembangkit EBT, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Foto: PLN
Pegawai PLN bekerja di salah satu pembangkit EBT, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Badan Energi Internasional (IEA) memangkas proyeksi pertumbuhan kapasitas energi terbarukan dunia pada 2030 sebesar 248 gigawatt (GW) dibandingkan perkiraan tahun lalu. Pemangkasan ini disebabkan prospek yang lebih lemah di Amerika Serikat (AS) dan Cina, meski tenaga surya masih menjadi pendorong utama rekor penambahan kapasitas global.

Dalam laporan terbarunya, Rabu (8/10/2025), IEA memperkirakan kapasitas energi terbarukan dunia akan meningkat 4.600 GW hingga 2030, turun dari proyeksi sebelumnya sebesar 5.500 GW dalam perkiraan enam tahun yang dikeluarkan pada 2024. Sekitar 80 persen pertumbuhan tersebut berasal dari tenaga surya, menunjukkan dominasi sektor ini dalam transisi energi global.

Baca Juga

Penurunan proyeksi terutama dipicu dicabutnya insentif pajak penghentian pembangkit listrik bahan bakar fosil di AS dan perubahan regulasi lainnya yang menekan pertumbuhan kapasitas baru. IEA menurunkan ekspektasi pertumbuhan energi terbarukan AS hampir 50 persen dibandingkan perkiraan sebelumnya.

Sementara itu, Cina menghadapi perlambatan akibat peralihan dari skema tarif tetap ke lelang kompetitif, yang membuat margin keuntungan proyek semakin kecil dan mengurangi minat investasi baru.

Meski dua pasar terbesar dunia itu melambat, penurunan global sebagian diimbangi prospek yang lebih kuat di kawasan lain. India diprediksi menjadi pasar pertumbuhan terbesar kedua setelah Cina dan berada di jalur yang baik untuk mencapai target 2030.

Dukungan pemerintah berupa perluasan skema lelang, percepatan izin proyek, dan lonjakan panel surya atap menjadi faktor utama pendorongnya.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by ESG Now (@esg.now)

Eropa juga menunjukkan perbaikan outlook berkat kebijakan ambisius, volume lelang yang lebih besar, dan penyederhanaan proses perizinan. Di sisi lain, negara-negara berkembang di Asia, Timur Tengah, dan Afrika mulai mempercepat pembangunan proyek energi terbarukan seiring turunnya biaya teknologi dan meningkatnya target nasional.

Namun, sektor pembangkit listrik tenaga angin lepas pantai masih menjadi titik lemah. IEA menurunkan proyeksi pertumbuhannya sekitar 25 persen dari tahun lalu akibat penyesuaian kebijakan, hambatan rantai pasok, dan kenaikan biaya produksi.

Laporan tersebut juga menyebutkan pembangkit listrik tenaga air sistem pompa diperkirakan tumbuh 80 persen lebih cepat dalam lima tahun ke depan dibanding lima tahun sebelumnya, seiring meningkatnya kebutuhan integrasi jaringan.

Sementara itu, instalasi energi panas bumi diproyeksikan mencapai rekor tertinggi di Amerika Serikat, Jepang, Indonesia, dan sejumlah pasar berkembang lainnya.

“Pertumbuhan kapasitas energi terbarukan global dalam beberapa tahun mendatang akan didominasi oleh tenaga surya,” kata Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol. Ia menyerukan agar para pembuat kebijakan segera mengatasi masalah keamanan rantai pasok dan keterbatasan jaringan listrik.

IEA juga memperingatkan rantai pasok tenaga surya dan logam tanah jarang masih sangat terkonsentrasi di Cina, dengan lebih dari 90 persen segmen produksi global tetap dikuasai negara tersebut hingga 2030.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement