REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivis lingkungan menilai praktik thrifting berpotensi menjadi solusi pengurangan sampah fesyen, namun harus dijalankan dengan prinsip ekonomi sirkular dan berbasis produk lokal. Dewan Pengarah Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) sekaligus Manajer Kampanye Infrastruktur dan Tata Ruang Walhi Nasional Dwi Sawung mengatakan thrifting seharusnya tidak bergantung pada impor pakaian bekas dari luar negeri.
“Ya, thrifting bisa menjadi solusi, tapi thrifting-nya harus produk lokal. Bukan misalnya dia dari impor ataupun dumping produk dari negara maju yang fast fashion,” kata Sawung pada Republika, Kamis (21/11/2025).
Ia menilai banjir pakaian bekas murah dari luar negeri justru mempercepat laju fashion cepat atau fast fashion. Negara maju yang memproduksi pakaian sekali pakai mendapatkan saluran pembuangan ke negara berkembang, sehingga memperpanjang rantai perputaran limbah tekstil global.
Menurut Dwi, thrifting dapat dikategorikan sebagai bagian dari ekonomi sirkular jika benar-benar memperpanjang usia pakaian dan mengurangi produksi barang baru. Namun, konsep itu harus berjalan dalam ekosistem lokal, bukan lintas negara.
“Dan loop-nya di lokal, bukan loop-nya di antar negara bahkan antarnegara miskin dan negara berkembang,” ujarnya.
View this post on Instagram