Jumat 24 Nov 2023 21:06 WIB

Bahaya Pencemaran Udara Batu Bara Ternyata Lebih dari yang Diperkirakan

Ratusan ribu kematian dini di AS dikaitkan dengan polusi dari batu bara.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Paparan polusi udara yang disebabkan batu bara bisa meningkatkan risiko kematian hingga dua kali lipat.
Foto: AP Photo/Matthew Brown
Paparan polusi udara yang disebabkan batu bara bisa meningkatkan risiko kematian hingga dua kali lipat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Udara yang tercemar oleh pembangkit listrik tenaga batu bara lebih berbahaya daripada yang diperkirakan sebelumnya. Hal itu merujuk pada sebuah penelitian baru yang dipimpin Philip K Hopke dari University of Rochester.

Menurut temuan itu, Selama dua dekade terakhir, lebih dari 460 ribu kematian dini di Amerika Serikat disebabkan oleh polusi yang dimuntahkan ke udara oleh pembangkit listrik tenaga batu bara. Paparan terhadap polusi udara yang berhubungan dengan batu bara memiliki risiko kematian dua kali lipat dibandingkan dengan jenis polusi udara lainnya, yang menunjukkan bahwa menghentikan penggunaan batu bara secara bertahap dapat memberikan manfaat kesehatan yang besar.

Baca Juga

Upaya-upaya sebelumnya untuk menilai risiko kesehatan akibat polusi batu bara menyamakan batu bara dengan polutan udara lainnya, dan menganggap semua sama berbahayanya. Namun, sulfur yang dihasilkan dari pembakaran batu bara lebih beracun daripada jenis polusi udara lainnya, yang dapat berarti bahwa estimasi yang ada saat ini kurang menggambarkan dampak aktual batu bara terhadap kematian.

Untuk mendapatkan penilaian terbaru, tim peneliti menggabungkan estimasi emisi dari 480 pembangkit listrik tenaga batu bara di Amerika Serikat dari tahun 1999 hingga 2020 dengan catatan kematian Medicare untuk mengukur beban kesehatan secara keseluruhan dari polusi batu bara.

Hampir setengah juta kematian dini terkait dengan polusi dari pembangkit listrik tenaga batu bara, menurut para peneliti, yang mewakili sekitar seperempat dari semua kematian yang terkait dengan polusi udara sebelum tahun 2009. 

“Kawasan timur AS terkena dampak paling parah, karena wilayah ini memiliki kepadatan penduduk dan pembangkit listrik tenaga batu bara yang lebih tinggi dibandingkan negara bagian barat,” kata Hopke seperti dilansir The Messenger, Jumat (24/11/2023).

Namun, penelitian ini memiliki sisi baiknya. Kematian yang berhubungan dengan batu bara menurun selama periode penelitian, kemungkinan besar karena peningkatan kualitas udara yang didorong oleh Undang-Undang Udara Bersih (Clean Air Act), yang disahkan oleh Kongres pada tahun 1990. Setelah tahun 2012, hanya 7 persen kematian terkait polusi udara yang disebabkan oleh batu bara, demikian temuan studi tersebut, yang menyoroti manfaat kesehatan dari pengurangan ketergantungan pada batu bara.

“Meskipun penggunaan batu bara terus menurun di AS, kami menilai penggunaan global diperkirakan akan meningkat dan mencapai titik terendah pada tahun 2025, yang menunjukkan adanya potensi biaya kematian yang tinggi akibat batu bara di tahun-tahun mendatang,” kata Hopke.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement