Selasa 20 May 2025 12:29 WIB

Gletser Butuh Ratusan Tahun untuk Pulih dari Krisis Iklim

Kerusakan akibat pemanasan global bersifat nyaris permanen.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Salju atau gletser di puncak Gunung Kilimanjaro di Tanzania. Gletser di banyak situs Warisan Dunia Unesco termasuk Yellowstone (Taman Nasional di Amerika) dan Taman Nasional Kilimanjaro, Tanzania diprediksi akan hilang pada 2050.
Foto: Reuters
Salju atau gletser di puncak Gunung Kilimanjaro di Tanzania. Gletser di banyak situs Warisan Dunia Unesco termasuk Yellowstone (Taman Nasional di Amerika) dan Taman Nasional Kilimanjaro, Tanzania diprediksi akan hilang pada 2050.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON — Gletser pegunungan di seluruh dunia diperkirakan tidak akan pulih selama berabad-abad, bahkan jika suhu Bumi berhasil kembali diturunkan ke batas aman 1,5 derajat Celsius. Temuan ini berasal dari studi terbaru yang menunjukkan bahwa kerusakan akibat pemanasan global bersifat nyaris permanen.

Penelitian kolaboratif antara University of Bristol di Inggris dan University of Innsbruck di Austria ini menyimulasikan evolusi gletser hingga tahun 2500 dalam skenario overshoot—yakni ketika suhu Bumi sempat melonjak hingga 3 derajat Celsius sebelum kembali turun ke 1,5 derajat Celsius.

Baca Juga

Dalam skenario tersebut, massa gletser diperkirakan menyusut 16 persen lebih banyak dibanding jika suhu global tidak pernah melewati ambang batas 1,5 derajat Celsius. Dampaknya tidak hanya pada kenaikan permukaan laut, tapi juga mengganggu pasokan air jangka panjang bagi miliaran orang di wilayah hilir.

“Kami ingin tahu apakah gletser bisa tumbuh kembali saat suhu global diturunkan. Jawabannya, sayangnya, tidak. Tidak dalam hidup kita, bahkan mungkin tidak dalam hidup anak-anak kita,” kata Fabien Maussion, Associate Professor di University of Bristol, Senin (19/5/2025), seperti dikutip dari situs resmi University of Bristol, Selasa (20/5/2025).

Model iklim global terbaru memperkirakan suhu Bumi bisa menyentuh 3 derajat Celsius sekitar tahun 2150, lalu secara bertahap turun kembali ke 1,5 derajat Celsius pada tahun 2300. Skenario ini mencerminkan penundaan aksi iklim dan ketergantungan pada teknologi penyerapan karbon yang belum tersedia dalam skala luas.

Dampaknya, gletser kehilangan tambahan massa sebesar 11 persen antara tahun 2200 dan 2500, di luar 35 persen pencairan yang sudah tak terhindarkan pada suhu 1,5 derajat Celsius.

Menurut Lilian Schuster dari University of Innsbruck, gletser besar di wilayah kutub mungkin membutuhkan ribuan tahun untuk pulih. Sementara gletser-gletser kecil di Pegunungan Alpen, Himalaya, dan Andes Tropis masih mungkin bertumbuh kembali pada tahun 2500, tetapi tidak dalam waktu dekat.

Air lelehan gletser yang selama ini menopang kehidupan masyarakat hilir, terutama saat musim kering, akan mengalami perubahan drastis. Saat gletser mencair, aliran air meningkat dalam periode yang disebut peak water. Namun, ketika gletser mulai membeku kembali, aliran air justru turun tajam dalam fase trough water. Sekitar separuh daerah aliran sungai yang diteliti akan mengalami fase ini setelah tahun 2100.

Penelitian ini merupakan bagian dari proyek PROVIDE yang didanai Uni Eropa, bertujuan memahami dampak iklim ekstrem terhadap sektor-sektor vital global.

“Begitu kita melewati batas 1,5 derajat Celsius, kerusakan terhadap gletser tidak akan bisa dipulihkan dengan mudah, meskipun suhu akhirnya kembali turun,” kata Maussion.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement