Selasa 24 Jun 2025 21:50 WIB

Wamen LHK: Kolaborasi dan Regulasi Kunci Atasi Krisis Sampah

Indonesia sedang menghadapi krisis sampah yang serius.

Rep: Lintar Satria/ Red: Gita Amanda
Wamen LHK Diaz Hendropriyono, menegaskan pentingnya kolaborasi multisektor dan percepatan regulasi untuk mencapai target pengelolaan sampah nasional. (ilustrasi)
Foto: Dok Republika
Wamen LHK Diaz Hendropriyono, menegaskan pentingnya kolaborasi multisektor dan percepatan regulasi untuk mencapai target pengelolaan sampah nasional. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Republik Indonesia, Diaz Hendropriyono, menegaskan pentingnya kolaborasi multisektor dan percepatan regulasi untuk mencapai target pengelolaan sampah nasional. Pernyataan ini disampaikan usai menutup Expo dan Forum Hari Lingkungan Hidup 2024 di Jakarta.

Diaz mengingatkan Indonesia sedang menghadapi krisis sampah yang serius. Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan target penanganan 51 persen pada 2025 dan 100 persen pada 2029. “Acara ini harus menjadi momentum kolaborasi untuk mencapai target tersebut,” kata Diaz, Selasa (24/6/2025).

Baca Juga

Ia menyoroti peran krusial inovasi teknologi dan sinergi antara pemerintah pusat, daerah, serta sektor swasta. “Solusi masalah sampah ada di sini—di tangan para inovator, pelaku usaha, dan pemangku kebijakan. Yang kita butuhkan sekarang adalah model kolaborasi konkret,” tegasnya.

Diaz mengapresiasi sejumlah temuan inovatif di ajang expo, namun mengakui bahwa regulasi kerap tertinggal dari perkembangan teknologi. “Inovasi selalu lebih cepat daripada regulasi. Tugas kami di pusat adalah memastikan adanya payung hukum yang mendukung agar inovasi tidak sekadar menjadi dokumen tanpa implementasi,” katanya.

Ia menekankan pentingnya kesinambungan forum ini sebagai langkah awal menuju kontribusi nyata. Diaz berharap kegiatan seperti ini tidak berhenti pada seremoni, melainkan menjadi titik tolak untuk aksi berkelanjutan. “Jangan sampai inovasi itu hanya jadi dokumen kerja, tidak bisa terkomersialisasi atau dijalankan karena tidak ada payung regulasi,” ujarnya.

Salah satu inovasi yang dipamerkan dalam Expo dan Forum Hari Lingkungan Hidup 2025 adalah Granulated Coal Ash (GCA). PLN Group mengubah Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) menjadi material multifungsi yang mampu menjernihkan sungai tercemar sekaligus menggantikan bahan tambang dalam industri konstruksi.

GCA dikembangkan bersama Japan Coal Frontier Organization (JCOAL) melalui proses granulasi sederhana, menggunakan sedikit semen dan air, tanpa pembakaran ulang. Hasilnya berupa butiran padat yang ramah lingkungan dan efektif menyerap polutan organik serta mengurangi bau tak sedap di perairan.

Uji coba penerapan GCA di Sungai Ciliwung—salah satu sungai paling tercemar di Jakarta—menunjukkan hasil signifikan. Parameter kualitas air seperti Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD) menurun, sementara kadar oksigen terlarut (DO) meningkat. Bau menyengat yang dikeluhkan masyarakat juga berkurang drastis.

GCA juga terbukti bisa digunakan sebagai bahan substitusi agregat kasar dalam konstruksi jalan, beton, dan bangunan ramah lingkungan. Artinya, teknologi ini tidak hanya menjawab tantangan pencemaran air, tetapi juga mengurangi eksploitasi pasir dan kerikil yang semakin langka akibat penambangan berlebihan.

Dengan timbulan FABA dari PLTU mencapai lebih dari 5,5 juta ton per tahun, potensi pemanfaatan GCA sangat besar. KLHK/BPLH mencatat sekitar 75 persen dari limbah tersebut dapat dimanfaatkan kembali, dan GCA menjadi salah satu solusi paling menjanjikan untuk menekan akumulasi limbah di tempat penampungan sementara.

Setelah sukses di Ciliwung, target implementasi selanjutnya adalah daerah-daerah aliran sungai yang menghadapi pencemaran organik tinggi seperti Sungai Cileles di Kabupaten Lebak, serta wilayah padat penduduk di DKI Jakarta.

KLHK/BPLH mendorong adopsi cepat teknologi ini oleh pemerintah daerah, pelaku industri, dan komunitas karena manfaatnya tidak hanya dirasakan lingkungan, tetapi juga berdampak secara ekonomi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement