REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Yayasan Rumah Energi melaporkan telah membangun 29.915 instalasi biogas di 21 provinsi dan mengurangi 584.834 ton emisi CO2 ekuivalen sepanjang 13 tahun operasionalnya. Teknologi ini digunakan 119.660 rumah tangga dan mengelola sekitar 245 juta kilogram limbah organik per tahun.
Organisasi tersebut juga mencatat pemasangan 72 sistem solar PV dan keterlibatan 162 mitra konstruksi lokal. Rumah Energi menghitung potensi energi biogas mencapai 345 juta kWh per tahun, setara kebutuhan memasak 1.700 dapur umum skala kecil selama setahun.
“Perjalanan 13 tahun ini adalah bukti nyata komitmen kami untuk mewujudkan visi Masyarakat Berdaya Lenting dalam Energi dan Pangan,” ujar Direktur Eksekutif Rumah Energi, Sumanda Tondang dalam siaran pers, Selasa (18/11/2025).
Dia mengatakan, setiap instalasi biogas, setiap kilogram emisi yang direduksi, dan setiap rupiah penghematan yang dirasakan masyarakat adalah langkah kolektif menuju Indonesia yang lebih hijau, mandiri, dan berdaya.
Penghematan rumah tangga dari substitusi LPG disebut berada pada kisaran Rp 60 ribu hingga Rp 75 ribu per bulan. Perhitungan internal lembaga menyamakan penurunan emisi dengan penanaman lebih dari 26,5 juta pohon.
Pada sektor pangan, pemanfaatan bioslurry sebagai pupuk organik diberikan melalui pelatihan kepada lebih dari 5.114 peserta. Rumah Energi menyebut penggunaan bioslurry dapat mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia dan menekan biaya sebesar Rp 100 ribu hingga Rp 250 ribu per bulan.
Teknologi solar dryer yang diterapkan di 100 lokasi dilaporkan meningkatkan produktivitas pertanian hingga 200 persen dan pendapatan petani hingga empat kali lipat.
Upaya konservasi air dilakukan melalui pemasangan 26 instalasi rain water harvesting (RWH) yang membantu 1.001 penerima manfaat mengakses air bersih. Program ini juga mencakup pemanfaatan limbah eceng gondok menjadi produk bernilai ekonomi. Seluruh kegiatan diarahkan untuk mengurangi tekanan pada sumber daya air di wilayah rawan kekeringan.
Di sektor ekonomi komunitas, Rumah Energi melaporkan pendampingan terhadap 323 usaha komunitas dan 24 koperasi hijau (GENCAR). Program pelatihan mencakup 168 perempuan dan mendorong pemanfaatan limbah organik sebagai produk bernilai tambah. Rumah tangga yang menjual bioslurry disebut memperoleh tambahan pendapatan sekitar Rp 200 ribu hingga Rp 500 ribu per bulan.
Dampak program salah satunya dirasakan Sukamto, petani di Sleman, yang memanfaatkan biogas lebih dari satu dekade. “Sejak memakai biogas, saya sudah tidak beli elpiji lagi. Kandang menjadi lebih bersih karena kotoran sapi dimanfaatkan sebagai bahan baku biogas. Bioslurry yang dihasilkan juga sangat menguntungkan,” ujarnya.
Sekretaris Kementerian Koperasi RI, Ahmad Zabadi berharap program yang dijalankan Rumah Energi berkembang lebih luas sebagai bagian dari pembangunan lingkungan dan ekonomi lokal.