Jumat 10 Oct 2025 21:25 WIB

AHY: Agenda Keberlanjutan Terlalu Lama Didefinisikan Negara Maju

AHY mengatakan saat ini dunia sedang terbentuk ulang.

Rep: Lintar Satria/ Red: Ahmad Fikri Noor
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono menyampaikan pidato dalam pembukaan Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2025 di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Jumat (10/10/2025). Forum bertema Investing for a Resilient, Sustainable and Prosperous World itu menghadirkan sekitar 250 pembicara serta diikuti lebih dari 100 pebisnis dan filantropis untuk mendorong kolaborasi global dalam mempercepat transisi ekonomi berkelanjutan melalui investasi.
Foto: ANTARA FOTO/Bayu Pratama S
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono menyampaikan pidato dalam pembukaan Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2025 di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Jumat (10/10/2025). Forum bertema Investing for a Resilient, Sustainable and Prosperous World itu menghadirkan sekitar 250 pembicara serta diikuti lebih dari 100 pebisnis dan filantropis untuk mendorong kolaborasi global dalam mempercepat transisi ekonomi berkelanjutan melalui investasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan saat ini dunia sedang terbentuk ulang. Tidak hanya karena krisis iklim, tetapi juga ketidakpastian geopolitik, pergeseran rantai pasok, pergeseran struktur ekonomi, dan perlombaan membangun sistem energi baru.

AHY menambahkan semua itu mempengaruhi harga pangan, lapangan kerja, akses energi, pasokan air, hingga ruang fiskal negara. Maka, katanya, agenda iklim dan pembangunan ekonomi tidak bisa dipandang sebagai dua hal yang terpisah. Ia menegaskan keduanya harus berjalan beriringan.

Baca Juga

"Saudara-saudara sekalian, terlalu lama agenda keberlanjutan didefinisikan oleh mereka yang lebih dulu mengalami industrialisasi. Model, teknologi, bahkan bahasa transisi selama ini sebagian besar dibentuk oleh negara-negara di belahan utara (Global North). Padahal, kondisi di belahan selatan dunia (Global South) sangat berbeda," kata AHY dalam pidatonya di Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2025, Jumat (10/10/2025).

Ia menegaskan pentingnya membangun model pembangunan berkelanjutan yang sesuai dengan karakter dan kebutuhan Indonesia. AHY menekankan Indonesia harus menempuh jalannya sendiri menuju keberlanjutan, bukan meniru strategi negara maju yang puncak industrialisasinya satu abad lalu.

Menurutnya, untuk mewujudkan keberlanjutan sejati, Indonesia harus memulai dari tiga fondasi utama: pangan, air, dan energi. Ketiganya, kata AHY, merupakan dasar bagi kehidupan dan kemandirian nasional.

“Tanpa pangan, air, dan energi yang andal, tidak ada bangsa yang bisa membangun masa depan yang adil dan berkelanjutan,” ujarnya.

Ia menjelaskan, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam memastikan ketahanan pangan bagi lebih dari 280 juta penduduk. Pemerintah tengah memperluas kawasan lumbung pangan di sejumlah daerah, merevitalisasi jaringan irigasi, serta memperkuat tata guna lahan agar lahan pertanian tetap produktif dan tidak tergeser oleh alih fungsi. “Ini bukan strategi panen jangka pendek, tetapi jaminan pasokan jangka panjang dan langkah sadar untuk mengurangi ketergantungan impor,” kata AHY.

Dalam sektor air, pemerintah menargetkan seluruh wilayah perkotaan memiliki akses penuh terhadap air bersih melalui jaringan perpipaan pada 2045. “Kapasitas yang dijanjikan infrastruktur air harus diwujudkan menjadi layanan nyata,” katanya. Pemerintah, lanjutnya, sedang menyelaraskan kebijakan air nasional untuk mempercepat investasi jaringan perpipaan, mengurangi eksploitasi air tanah berlebih, dan memperluas akses air bersih di seluruh daerah.

Sementara di bidang energi, pemerintah telah menetapkan peta jalan Electricity RUPTL 2025–2034 menuju sistem kelistrikan yang lebih bersih dan berkelanjutan. Dalam sepuluh tahun ke depan, Indonesia akan menambah 69,5 gigawatt kapasitas listrik baru, di mana tiga perempatnya berasal dari energi terbarukan dan sistem penyimpanan. “Tantangannya kini adalah disiplin pelaksanaan—menurunkan biaya, mempercepat implementasi, dan memastikan eksekusi sejalan dengan ambisi,” ujarnya.

AHY menegaskan, keberlanjutan bukan hanya tentang menjaga lingkungan, tetapi juga bagaimana membangun ekonomi yang lebih cepat, efisien, dan bersih. Ia mencontohkan strategi elektrifikasi transportasi yang kini mulai menunjukkan hasil nyata. Hingga Agustus 2025, penjualan kendaraan listrik berbasis baterai di Indonesia telah mencapai lebih dari 120 ribu unit atau sekitar 10 persen pangsa pasar nasional.

Namun, menurutnya, elektrifikasi tidak boleh berhenti pada kendaraan pribadi. “Tugas sebenarnya adalah mendekarbonisasi transportasi publik, logistik, dan angkutan barang agar seluruh rantai mobilitas manusia dan barang menjadi lebih bersih dan tangguh,” kata AHY.

Ia juga menyoroti pentingnya hilirisasi sebagai strategi menciptakan nilai tambah dari sumber daya alam. Keberhasilan hilirisasi nikel, kata dia, harus diperluas ke sektor lain seperti tembaga, bauksit, turunan kelapa sawit, dan rumput laut agar Indonesia mengekspor nilai, bukan sekadar volume.

Namun, peningkatan kapasitas industri harus diiringi dengan pengurangan emisi melalui efisiensi energi, digitalisasi, kesiapan hidrogen, dan teknologi penangkapan karbon. “Tujuannya jelas, mendekarbonisasi tanpa mendesindustrialisasi, agar kita tetap kompetitif di ekonomi global yang semakin menghargai produksi rendah karbon,” ujarnya.

AHY menambahkan, transformasi menuju ekonomi hijau membutuhkan dua elemen penting yakni sumber daya manusia dan investasi. Ia menekankan pentingnya menyiapkan tenaga kerja masa depan yang memiliki keahlian teknis di bidang energi, data, keuangan hijau, dan perencanaan kota berketahanan tinggi.

Dari sisi pendanaan, pemerintah memperkirakan kebutuhan investasi infrastruktur mencapai sekitar 650 miliar dolar AS untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen. Sekitar 190 miliar dolar AS di antaranya diharapkan berasal dari modal swasta. “APBN tidak dapat menanggung beban ini sendirian, karena itu kami membangun ekosistem pembiayaan yang memadukan instrumen publik dan swasta,” katanya.

Ia menegaskan, kepercayaan menjadi kunci untuk menarik investasi. “Fokus kami adalah memastikan iklim investasi yang dapat diprediksi, kepastian regulasi, dan model pembiayaan inovatif yang melindungi kepentingan publik dalam jangka panjang,” ujar AHY.

Menutup pidatonya, AHY menegaskan bahwa kolaborasi lintas sektor menjadi mesin sejati pertumbuhan berkelanjutan.

“Sebagai mitra dan pembangun solusi, mari kita bekerja bersama. Mari kita bangun masa depan di mana kemakmuran dan keberlanjutan saling menguatkan. Mari kita bangun masa depan di mana tak ada satupun orang atau wilayah yang tertinggal. Mari kita wujudkan kemajuan yang berdampak bagi Indonesia, bagi kemanusiaan, dan bagi planet kita,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement