Sabtu 02 Mar 2024 22:30 WIB

Metana di Danau Dilaporkan Berkontribusi pada Emisi Gas Rumah Kaca

Metana dapat terakumulasi di danau melalui proses alami.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Metana dapat terakumulasi di danau melalui proses alami seperti dekomposisi bahan organik di sedimen.
Foto: www.freepik.com
Metana dapat terakumulasi di danau melalui proses alami seperti dekomposisi bahan organik di sedimen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Metana adalah salah satu dari gas rumah kaca yang menjadi perhatian. Kepala Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Hidayat menyatakan, metana dapat terakumulasi di danau melalui proses alami seperti dekomposisi bahan organik di sedimen.

“Peningkatan level metana dapat memiliki implikasi dengan memberikan kontribusi pada emisi gas rumah kaca, yang dapat berdampak pada pemanasan global,” ungkap Hidayat seperti dikutip dari keterangan tertulis, dikutip Sabtu (2/3/2024).

Baca Juga

Pada kondisi aerobik, jelas Hidayat, bakteri penghasil metana berkembang dengan baik apabila tersedia sumber karbon dari penguraian bahan organik. Karena itu, penting untuk memantau dan memahami dinamika metana di dalam air, untuk manajemen ekologi dan mengatasi kekhawatiran terhadap iklim.

Kelompok Riset Dinamika Proses Perairan Darat BRIN, Cynthia Henny menyebut, ekosistem akuatik bisa menjadi sumber dari gas rumah kaca, dan diperkirakan memberikan kontribusi sebesar 32 hingga 58 persen dari total emisi gas metana alami bumi.

“Penelitian-penelitian terbaru juga menunjukkan bahwa danau tropis dengan suhu yang lebih tinggi dapat mengakumulasi hingga 400 persen lebih banyak metana dibandingkan danau di zona subtropis dengan suhu yang lebih rendah,” kata dia.

Peningkatan eutrofikasi danau, kata Cynthia, dapat meningkatkan produksi dan emisi gas metana dari danau. Mayoritas produksi metana dari danau berasal dari proses mikroba anaerobik yang dinamakan metanogenesis.

Akumulasi metana biogenik di dasar air danau yang anoksik dapat terjadi akibat stratifikasi permanen dan pertukaran air yang lambat antara lapisan air yang oksik dan anoksik.

Cynthia telah menelaah konsentrasi metana dan potensi akumulasinya pada berbagai jenis danau utama di Indonesia. Di antaranya Danau Toba yang merupakan danau tektovulkanik di Sumatera Utara, dengan kedalaman 508 meter. Danau Maninjau juga merupakan danau tektovulkanik yang berada di Sumatera Barat, dengan kedalaman 168 meter.

Danau Matano yang merupakan danau tektonik dengan kedalaman 590 meter menjadi salah satu danau terdalam dan terbesar di dunia. Danau Sentani di Papua dengan kedalaman 40-50 meter, dan Danau Paniai di Papua Tengah dengan kedalaman 30-40 meter.

Metode yang digunakan dalam penelitiannya adalah konsentrasi metana dalam air dihitung berdasarkan fungsi kelarutan untuk metana. Cynthia menjelaskan, kandungan metana terakumulasi di air dasar anoksik di Danau Matano yang sangat dalam mencapai 7,4 kali 10 pangkat 5 ton jauh lebih tinggi dibandingkan di Danau Maninjau hanya sekitar 158 ton. Padahal, Danau Maninjau mempunyai kandungan akumulasi bahan organik yang tinggi di dasar danau.

“Hal ini mungkin dikarenakan terjadi fermentasi bahan organik di dasar danau yang anoksik secara tidak sempurna, sehingga terjadi akumulasi senyawa asam lemak yang dapat mengganggu proses metanogenesis (pembentukan gas metana). Hal lain tingginya kandungan sulfat dan nitrat dapat menyebabkan bakteri metanogen bersaing untuk sumber karbon dengan bakteri denitrifikasi dan pereduksi sulfat,” jelas Cynthia.

Cynthia menyimpulkan, konsentrasi metana yang tinggi dan akumulasi metana di Danau Matano yang sangat dalam dan terstratifikasi. Sumber karbon yang tersedia secara mudah (asetat dan karbon dioksida) dapat memicu produksi metana biogenik anaerobik yang tinggi.

“Tingginya ketersediaan sumber karbon di Danau Maninjau dan Danau Sentani mungkin tidak membuat reduksi sulfat dapat mengalahkan metanogenesis. Budidaya perikanan seperti akuakultur dapat berkontribusi pada produksi metana yang tinggi di danau. Danau-danau di Indonesia dapat memiliki kontribusi signifikan terhadap emisi metana global karena sering mengalami pencampuran (mixing) seperti Danau Maninjau,” ungkap Cynthia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement