REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Petrokimia Gresik, perusahaan Solusi Agroindustri anggota holding Pupuk Indonesia, menunjukkan komitmen kuatnya dalam mendukung upaya dekarbonisasi global, yaitu pengurangan emisi karbon melalui penerapan strategi Ekonomi Sirkular. Solusi inovatif ini merupakan langkah nyata perusahaan menuju keberlanjutan lingkungan dan disampaikan dalam forum internasional Conference of the Parties 30 (COP30) di Belém, Brasil, baru-baru ini.
Solusi tersebut disampaikan oleh Senior Vice President (SVP) Teknologi & K3LH, Bambang Ariwibowo, yang membahas strategi atau roadmap ke depan yang akan dijalankan perusahaan dalam mendukung upaya dekarbonisasi. Sementara Vice President (VP) Lingkungan Hidup, Bagus Eka Saputra, mempresentasikan ekosistem inovasi yang telah dijalankan Petrokimia Gresik untuk menghadapi perubahan iklim dunia. Keduanya hadir mewakili Direktur Utama Petrokimia Gresik, Daconi Khotob.
Secara terpisah, Daconi Khotob menjelaskan bahwa Petrokimia Gresik mengoperasikan 36 pabrik dengan total kapasitas produksi tahunan mencapai 11 juta ton, mencakup produk pupuk dan nonpupuk. Ekosistem produksi yang masif ini tentu memiliki dampak lingkungan. Oleh karena itu, sejak 2021, Petrokimia Gresik telah aktif menjalankan berbagai inisiatif dekarbonisasi yang didukung oleh strategi Ekonomi Sirkular.
“Penerapan Ekonomi Sirkular di Petrokimia Gresik berfokus pada pemanfaatan produk samping (byproduct) menjadi produk bernilai tambah,” ujar Daconi melalui keterangan pada Rabu (19/11/2025).
“Yang awalnya merupakan cost center sebagai bagian dari komitmen kami mengurangi emisi karbon, kini berhasil menciptakan nilai tambah sekaligus menawarkan solusi konkret dalam menjaga kelestarian lingkungan perusahaan,” tambahnya.
Ia menambahkan, dampak positif yang dihasilkan dari strategi ini meliputi peningkatan kualitas lingkungan, penurunan potensi risiko kesehatan dan keselamatan kerja, serta terciptanya lingkungan kerja yang lebih nyaman dan kondusif.
Sementara itu, SVP Teknologi, Bambang Ariwibowo, merinci implementasi strategi tersebut antara lain melalui optimalisasi gipsum—produk samping dari proses produksi—untuk diolah lebih lanjut; pemanfaatan fly ash bottom ash (FABA); dan pemanfaatan karbon dioksida (CO₂) untuk produksi dry ice serta lainnya.