REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menggagalkan perdagangan bagian tubuh satwa dilindungi yang dijual daring dari Indonesia ke luar negeri termasuk Amerika Serikat. Tim mengamankan dua orang pelaku pada tanggal 18 Maret 2025 di Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat.
Pelaku yang berinisial BH, berusia 32 tahun berperan sebagai pemilik. Sementara pelaku lainnya NJ, 23 tahun berperan sebagai penjual ke luar negeri.
Dari mereka, Kemenhut mengamankan bagian-bagian tubuh satwa liar dilindungi berupa 70 buah tengkorak jenis primata (orangutan, beruk dan monyet), enam buah paruh rangkong, dua buah tengkorak beruang, dua buah tengkorak babi rusa, delapan buah kuku beruang, dua buah gigi ikan hiu, dan empat buah tengkorak musang. “Kejahatan TSL (tumbuhan dan satwa liar) dilindungi merupakan kejahatan transnational atau lintas negara serta merupakan salah satu kejahatan dengan omset terbesar keempat di dunia setelah kejahatan narkoba, senjata api ilegal dan perdagangan manusia," kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho dalam pernyataannya, Rabu (19/3/2025).
Dari pengungkapan ini, diketahui perburuan TSL seperti orangutan masih terjadi. Ditjen Gakkum Kehutanan membentuk Tim Khusus Transnasional Forestry and Wildlife Crimes dan Tim Khusus Money Laundry (TPPU).
Dwi Januanto mengatakan timnya juga akan melakukan penegakan hukum hingga kepada benefit ownership dan kolaborasi dengan lembaga-lembaga penegak hukum lainnya baik di dalam negeri maupun luar negeri. "Gakkum Kehutanan terus berkomitmen untuk mengungkap kasus kejahatan TSL dilindungi dengan menjalin kerjasama dengan kementerian/lembaga dalam negeri dan lembaga luar negeri seperti United States Fish and Wildlife Service (USFWS)," kata dia.
Mengingat pentingnya fungsi satwa yang dilindungi untuk kelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistem serta kawasan konservasi, Dwi Januanto menyatakan tindakan tegas terhadap pelaku kejahatan TSL dilindungi ini harus dilakukan. "Pelaku harus dihukum seberat-beratnya, agar ada efek jera dan contoh bagi para pelaku lain," ujarnya.
Direktur Penindakan Pidana Kehutanan, Rudianto Saragih Napitu, menjelaskan pengungkapan kasus ini merupakan kerjasama antara Kementerian Kehutanan dengan Baintelkam Polri dan kolaborasi Internasional dengan USFWS. Kasus peredaran bagian tubuh satwa dilindungi ini berawal dari informasi dari USFWS (United States Fish and Wildlife Service) tentang penyitaan pengiriman TSL dilindungi asal Indonesia di Amerika Serikat sekitar dua pekan lalu.
Informasi tersebut kemudian ditindaklanjuti Tim Patroli Siber Ditjen Gakkum Kemenhut dan berhasil melacak dan mengidentifikasi akun penjualan tersebut. Selanjutnya Tim Ditjen Gakkum Kemenhut melakukan Operasi Peredaran TSL yang Dilindungi Undang-Undang dan berhasil mengamankan 2 (dua) pelaku.
Berdasarkan informasi pelaku, yang bersangkutan telah melakukan jual beli selama 1 (satu) tahun dan telah lebih dari 10 (sepuluh) kali transaksi ke negara Amerika Serikat dan Inggris. Atas perbuatannya para pelaku akan dilakukan serangkaian kegiatan penyelidikan dan penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Ditjen Gakkum Kehutanan.
Para pelaku terancam hukuman pidana dengan dugaan tindak pidana kehutanan yaitu “menyimpan, memiliki, mengangkut, dan/atau memperdagangkan spesimen, bagian-bagian, atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian dari Satwa yang dilindungi” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40A ayat (1) Huruf f Jo Pasal 21 ayat (2) huruf c Undang-undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak 5 (lima) miliar. “Saat ini kami akan terus melakukan pendalaman dan pengembangan untuk mengungkap jaringan perdagangan bagian tubuh satwa-satwa liar dilindungi ini baik di dalam negeri maupun luar negeri. Ini merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam melindungi sumber daya alam hayati Indonesia, khususnya TSL yang dilindungi dari berbagai ancaman dan tindak kejahatan," kata Rudianto.