Kamis 20 Nov 2025 08:30 WIB

Perdebatan Soal Dampak AI Warnai Pembahasan di COP30

Ledakan penggunaan AI tanpa regulasi justru dapat menjauhkan dunia dari target iklim.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Partisipan berjalan di depan Paviliun Indonesia pada KTT Iklim PBB COP30, di Belem, Brasil, Senin (10/11/2025).
Foto: AP Photo/Fernando Llano
Partisipan berjalan di depan Paviliun Indonesia pada KTT Iklim PBB COP30, di Belem, Brasil, Senin (10/11/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, BELEM — Teknologi kecerdasan artifisial (AI) memicu perdebatan dalam Pertemuan Perubahan Iklim PBB (COP30) di Brasil, ketika perusahaan teknologi dan sejumlah negara mempromosikan AI sebagai alat penting untuk mencapai target iklim global. Kelompok lingkungan menilai klaim tersebut mengabaikan jejak energi yang sangat besar dari teknologi AI, terutama konsumsi listrik dan air pusat data yang terus meningkat.

Pendukung AI menyebut teknologi ini mampu meningkatkan efisiensi jaringan listrik, memprediksi pola cuaca bagi petani, melacak perpindahan spesies laut-dalam, hingga merancang infrastruktur yang tahan cuaca ekstrem. Namun kelompok lingkungan memperingatkan ledakan penggunaan AI tanpa regulasi justru dapat menjauhkan dunia dari target Perjanjian Paris. “Saat ini AI merupakan entitas yang sama sekali tidak diatur di seluruh dunia,” kata Direktur Center for Biological Diversity Jean Su.

Baca Juga

Google menjadi salah satu perusahaan yang mendorong pemanfaatan AI untuk aksi iklim. Direktur keberlanjutan Google Adam Elman menyebut AI sebagai “pendorong nyata” keberlanjutan, meski tidak merinci standar tanggung jawab yang dimaksud.

Minat peserta COP30 terhadap topik tersebut juga diakui Pendiri Climate Policy Radar Michal Nachmany, yang memanfaatkan AI untuk melacak kebijakan iklim nasional dan pendanaan transisi energi bagi negara berkembang. “Semua orang sedikit takut, potensinya sangat besar dan risiko juga besar,” ujarnya.

Ketua Pusat Inovasi Global UNFCCC Nitin Arora mengatakan isu AI semakin dominan di forum-forum PBB. Associated Press mencatat terdapat 24 sesi diskusi terkait AI pada pekan pertama COP30, termasuk tema berbagi energi di permukiman hingga prediksi kejahatan kehutanan.

COP30 untuk pertama kalinya juga menggelar AI for Climate Action Award untuk proyek AI yang mengatasi kelangkaan air dan variabilitas iklim di Laos.

Raksasa teknologi seperti Google dan Nvidia hadir sebagai pembicara. Kepala Keberlanjutan Nvidia Josh Parker menyebut AI sebagai sumber daya terbaik yang ada saat ini dan menilai teknologi tersebut dapat mempercepat solusi untuk tantangan keberlanjutan. “Tidak ada satu pun tantangan itu yang dapat diselesaikan dengan lebih baik dan cepat, tanpa lebih banyak kecerdasan,” katanya.

Namun, kelompok lingkungan mengingatkan kenaikan permintaan listrik akibat pusat data yang mengoperasikan AI. Badan Energi Internasional (IEA) mencatat pusat data menyumbang 1,5 persen konsumsi listrik global pada 2024 dan kebutuhan energinya tumbuh sekitar 12 persen per tahun, empat kali lebih cepat dari rata-rata konsumsi dunia.

Su memperingatkan ekspansi pusat data dapat menambah emisi Amerika Serikat yang sudah menjadi salah satu penghasil emisi terbesar dalam sejarah.

Aktivis mendesak regulasi yang memastikan setiap pembangunan pusat data menjalani pengujian kepentingan publik dan menggunakan energi bersih secara penuh.

“COP tidak bisa hanya melihat AI sebagai salah satu solusi teknologi, tapi juga harus dipahami konsekuensi iklimnya secara mendalam,” kata Su.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement